Sabtu, 27 Oktober 2012

Potensi Hortikultura

Potensi Pengembangan Tanaman Hortikultura

 

Posted on 21 July 2010  |  0 Comments
JAKARTA (Suara Kaiya) Menteri Pertanian Suswono mengemukakan, luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimat memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman hortikultura, baik yang beradaptasi pada iklim tropis maupun subtropis. Daftarnya, 323 jenis komoditas hortikultura yang terdiri atas 60 jenis buah-buahan, 80 jenis sayur-sayuran, 66 jenis biofarmaka, dan 117 jenis tanaman hias. Dalam rapat kerja dengan Komite II DPD yang dipimpin ketuanya. Bambang Susilo (anggota DPD asal Kalimatan Timur), di Jakarta, Selasa (20/7), disimpulkan, pengembangan usaha hortikultura berfungsi ekonomi, ekologi, dan sosial.

Fungsi ekonomi, yaitu meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan perekonomian nasional. Kemudian, fungsi ekologi, yaitu membantu kelestarian lingkungan hidup, meminimalkan pemanasan global, serta meningkatkan kualitas kehidupan. Selain itu, untuk fungsi sosial, meningkatkan interaksi masyarakat, memelihara kearifan lokal, mengembang kan budaya adiluhung, serta pemahaman dan penghayatan tentang manfaat hortikultura. Sekadar dike tahui, komoditas hortikultura berpotensi ekonomis karena permintaan yang tinggi dan pertumbuhannya yang meningkat, (indr.)

51 Jenis Hortikultura

Pemerintah Atur 51 Jenis Produk Impor Hortikultura  
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan mengatur 51 kode HS (harmonized system codes) produk hortikultura (buah dan sayur) impor berdasarkan kuota. Kode HS tersebut mencakup buah-buahan, sayuran, dan tanaman hias. Aturan kuota ini sudah dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura yang diteken Menteri Pertanian Suswono pada 31 Januari lalu.

Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Banun Harpini menyebutkan produk buah yang akan diatur pemasukan impornya adalah pisang, kurma, nanas, alpukat, jambu, mangga, manggis, jeruk, anggur, pir, durian, lengkeng, melon, dan pepaya.

Sementara untuk produk sayuran, pemerintah akan membatasi pemasukan kentang, bawang bombai, bawang merah, bawang putih, prey, kubis, bunga kol, wortel, lobak, polong-polongan, dan cabai. Untuk tanaman hias, di antaranya anggrek, krisan, dan heliconia.

"Pengaturan importasi produk hortikultura yang diatur dalam Permentan itu nantinya pengusaha harus mendapatkan surat rekomendasi importasi dari Menteri Pertanian," kata Banun kepada Tempo, Kamis, 10 Mei 2012.

Sementara itu, Menteri Pertanian Suswono mengatakan aturan pemasukan produk hortikultura ini sama seperti importasi daging. Setiap importir harus mendapatkan surat rekomendasi pemasukan yang berisi kuota yang diizinkan, jenis, waktu masuk, tempat pemasukan, dan distribusinya.

Selain rekomendasi bagi importir, Kementerian Pertanian juga akan memberikan informasi kepada Kementerian Perdagangan terkait waktu panen petani, wilayah panen, dan volume produksi petani. Informasi ini diharapkan bisa menjadi dasar bagi Kementerian Perdagangan dalam memberikan izin impor dan waktu pemasukan impor hortikultura.

"Pengaturan ini supaya produk impor tidak mengganggu hasil produksi petani. Jangan sampai ketika petani sedang panen, malah banjir buah impor," ujar Suswono. Kementerian Perdagangan, tambah dia, diperkirakan akan mengeluarkan aturan pendamping impor hortikultura dalam waktu dekat ini.

Namun, lanjutnya, kuota pemasukan produk hortikultura tetap harus diputuskan secara bersama lintas kementerian dalam rapat yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. "Importasi, kan, pada dasarnya hanya untuk menutup kekurangan kebutuhan di dalam negeri," katanya.

ROSALINA

Kamis, 25 Oktober 2012

Stok LPG Idul Adha di Humas

Stok LPG untuk Idul Adha Ditambah 400%

Pasokan LPG Jelang Idul Adha naik 400 persenKebutuhan LPG 3 Kg menjelang Hari Raya Idul Adha dimungkinkan meningkat, namun tidak sebesar pada hari Raya Idul Fitri. Untuk antisipasi, Disperindag telah melakukan koordinasi dengan Agen LPG 3 Kg agar menjaga pasokan dan mengambil fakultatif. Hal tersebut disampaikan Kasi Distribusi dan Perlindungan Konsumen Bidang Perdagangan, Drs.Oman  Yanto, MM, dalan rilisnya ke Bagian Humas Setda Wonosobo, Rabu 24 Oktober.
Kebutuhan harian masyarakat Wonosobo sendiri adalah 10.660  tabung per-hari sedangkan untuk fakultatif diambil 100 % per-minggu atau 400% selama bulan Oktober ini yakni pada hari libur, tanggal 7, 14, 21 dan 28 Oktober 2012 sehingga rata-rata stok distribusi perhari menjadi 12.296 tabung atau total selama bulan Oktober termasuk lebaran Idul Adha, tambahan fakultatifnya adalah 42.640 tabung.

Oleh karena itu masyarakat dihimbau agar tidak panik karena dari segi ketersediaan jelas akan mencukupi tidak masalah. Mengenai adanya keluhan masyarakat bahwa isi tabung gas tidak penuh perlu diperhatikan secara seksama bahwa amphere meter yang tertera dalam regulator bukan sebagai volume isi gas melainkan berupa tekanan gas sehingga kalau kondisi gas sedang dingin dipastikan amphere meter tidak akan posisi penuh.

Konsumen harus yakin betul bahwa isi gas beserta tabungnya adalah 8 kg, kalau ragu lakukanlah timbang pada timbangan yang telah ditera ulang karena sesuai Undang-undang No. 2 Tahun 1981 tentang Meterologi Legal maka semua alat ukur atau takar atau timbang dan perlengkapannya harus melakukan tera atau tera ulang.
Andaikan konsumen merasa ukuran isi tabung kurang dari 3 kg atau 8 kg plus tabung, maka tukarlah di Pangkalan resmi, kalau tidak mau agar dilaporkan ke Agen resmi. Apabila masih tidak mau untuk segera melaporkan ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Namun konsumen jangan hanya mengadu-adu harus benar-benar bahwa itu isinya kurang karena konsumen tidak boleh dirugikan.

Untuk itu konsumen jangan salah pemahaman karena isi ampher meter yang tidak penuh, tapi pastikan berat bersih isi adalah 3 kg. Sebab dari sumber utama pengisisan gas yaitu SPPBE sudah dilakukan sidak secara acak tabung isi maupun tabung kosong dan secara otomatis tabung tidak akan terisi apabila berat tabung kurang dari 0,05 atau lebih dari 0,05 sebagaimana yang ditetapkan sebagai ambang batas oleh PT. Pertamin

Rabu, 24 Oktober 2012

Stok LPG Menjelang Idul Adha

STOK LPG UTK IDUL ADHA  
DITAMBAH 400%
Disperindag Cek Stok LPG 3Kg di Pangkalan Wadaslintang
 
Kebutuhan LPG 3 Kg menjelang Hari Raya Idul Adha dimungkinkan meningkat, namun tidak sebesar pada hari Raya Idul Fitri. Untuk antisipasi Disperindag telah melakukan koordinasi dengan Agen LPG 3 Kg agar menjaga pasokan dan mengambil fakultatif. Kebutuhan harian masyarakat Wonosobo adalah 10.660  tabung perhari sedangkan untuk fakultatif diambil 100 % perminggu atau 400% selama bulan  Oktober ini yaitu pada hari libur yaitu tanggal 7, 14, 21 dan 28 Oktober 2012 sehingga rata-rata stok distribusi perhari menjadi 12.296 tabung atau total selama bulan oktober termasuk lebaran Idul Adha tambahan fakultatifnya adalah 42.640 tabung. Oleh karena itu masyarakat dihimbau agar tidak panik karena dari segi ketersediaan jelas akan mencukupi tidak masalah. Mengenai adanya keluhan masyarakat bahwa isi tabung gas tidak penuh perlu diperhatikan secara seksama bahwa amphere meter yang tertera dalam regulator bukan sebagai volume isi gas melainkan berupa tekanan gas sehingga kalau kondisi gas sedang dingin dipastikan amphere meter tidak akan posisi penuh. Konsumen harus yakin betul bahwa isi gas beserta tabungnya adalah 8 kg, kalau ragu lakukanlah timbang pada timbangan yang telah ditera ulang karena sesuai Undang-undang No. 2 Tahun 1981 tentang Meterologi Legal maka semua alat ukur/takar/timbang dan perlengkapannya harus melakukan tera/tera ulang. Andaikan konsumen merasa ukuran isi tabung kurang dari 3 kg atau 8 kg plus tabung, maka tukarlah di Pangkalan resmi, kalau tidak mau agar dilaporkan ke Agen resmi. Apabila masih tidak mau untuk segera melaporkan ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Namun konsumen jangan hanya mengadu-adu harus benar-benar bahwa itu isinya kurang karena konsumen tidak boleh dirugikan. Oleh karena itu konsumen jangan salah pemahaman karena isi ampher meter yang tidak penuh tapi pastikan berat bersih isi adalah 3 kg. Sebab dari sumber utama pengisisan gas yaitu SPPBE sudah kami lakukan sidak secara acak tabu,ng isi maupun tabung kosong dan secara otomatis tabung tidak akan terisi apabila berat tabung kurang dari 0,05 atau lebih dari 0,05 sebagaimana yang ditetapkan sebagai ambang batas oleh PT. Pertamina.
(Drs, Oman  Yanto, MM : Kasi Distribusi dan Perlindungan Konsumen).

Sabtu, 20 Oktober 2012

Jasa Bengkel di Humas

Pelayanan Bengkel Akan Diawasi

E-mail Cetak PDF
e-wonosobo – Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Wonosobo akan melakukan pengawasan terhadap sistem pelayanan perbengkelan motor umum di Wonosobo. Sebab selama ini pelayanan jasa ini belum tersentuh dan masih banyak yang melakukan pola pelayanan yang diduga melanggar undang-undang Perlindungan Konsumen.
Menurut Kepala Seksi Distribusi Pasar dan Perlindungan Konsumen Disperindag Oman Yanto, Perusahaan pelayanan perbengkelan umum selama ini belum dilakukan pengawasan secara rutin. Padahal penggunaan jasa ini sangat banyak. apalagi populasi pengguna sepeda motor terus meningkat.
“Mulai tahun ini, kita akan lakukan pengawasan perbengkelan  umum terkait pelayanan terhadap konsumen,”katanya.
Disebutkan dia, dasar pengawasan menggunakan kesepakatan multilateral (general agreement on trade and servise -GATS) ada 12 jenis klasifikasi jasa diantaranya jasa transportasi termasuk di dalamnya perbengkelan. serta dengan adanya SKB 3 menteri antara Menhub, Menperind, dan Mendag No.581 th 1999 tentang bengkel umum kendaraan bermotor.
“ Langkah pengawasan selain menerima keluhan konsumen kita melakukan pengawasan secara langsung di pelayanan bengkel-bengkel,”katanya.
Oman menyampaikan, untuk hasil pemantauan sementara sejumlah bengkel umum di Wonosobo belum sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999 terkait pelayanan terhadap konsumen. Salah satunya masih banyak bengkel yang memasang klausul barang yang sudah dibeli tidak boleh dikembalikan. Padahal sebagai jaminan mutu terhadap konsumen hal ini melanggar undang-undang Perlindungan Konsumen.
“Klausul lama ini masih banyak dijumpai di sejumlah bengkel di Wonosobo. hal ini bertentangan dengan hak konsumen yang mempunyai hak mendapatkan barang terbaik dari yang dibeli,”tandasnya.
Untuk itu, sebagai langkah pengawasan dalam perlindungan konsumen pihaknya akan melakukan pengawasan lebih ketat terhadap sejumlah bengkel. Selain memperbolehkan kepada konsumen untuk menukar barang. Penjelasan tentang detail spesifikasi barang juga harus dilakukan oleh pihak penyedia jasa atau penjualan ketika konsumen menanyakan.
“ Konsumen sebelum membeli atau menerima pelayanan punya hak mengetahui fungsi hingga mutu barang yang dibeli. termasuk perbengkelan harus menjelaskan saat konsumen menggunakan jasanya,” pungkasnya. (rase

Sengketa Konsumen

Merampungkan Sengketa Konsumen

BPSK
BPSK
Semakin banyak barang dan jasa yang beredar di pasar, semakin tinggi pula potensi munculnya sengketa konsumen dengan produsen. Guna menyelesaikan sengketa tersebut Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Wonosobo akan segera membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
“Eksistensi BPSK ini dirasa sangat penting untuk menangani masalah konsumen, karena dilakukan gratis dan cepat, sehingga akan memudahkan penyelesaian sengketa konsumen. BPSK dapat menyelesaikan sengketa dengan tiga cara, yaitu konsiliasi, mediasi dan arbritase,” tandas Kepala Disperindag Wonosobo Eko Yuwono didampingi Kasi Pengawasan dan Ditribusi Oman Yanto.
Dijelaskan, yang dimaksud konsiliasi yaitu BPSK menyerahkan proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha yang bersangkutan, baik bentuk maupun besaran ganti ruginya. Sedang untuk mediasi, BPSK menjadi mediator antara permohonan konsumen dan kesiapan pelaku usaha sehingga bisa dicari jalan keluarnya dan bisa diterima kedua belah pihak. Kemudian uniuk arbitrase, pihak konsumen dan pelaku usaha memilih arbitor yang berasal dari konsumen dan pelaku usaha, serta Ketua BPSK dari unsur pemerintah.
Sejauh ini, kata Eko Yuwono, rencana membentuk kelembagaan BPSK ini memperoleh tanggapan yang baik dari pengusaha ataupun pelanggan. Sebab maksudnya bukan buat mengadili pelaku usaha, akan tetapi guna mengembangkan peran pelaku usaha untuk melengkapi kualitas barang dan jasa yang diperdagangkan.

Produk Impor di Humas

Hanya Konsumen yang Bisa Hentikan Produk Impor

Buah impor yang jadi pantauan DisperindagHanya konsumen yang bisa hentikan produk impor, yakni konsumen yang cerdas dan cinta produk dalam negeri, hal tersebut disampaikan oleh Kasi Distribusi dan Perlindungan Konsumen Disperindag Wonosobo, Drs. Oman Yanto, MM, dalam Sosialisasi Peraturan Perizinan yang diselenggarakan oleh KPPT bersama Disperindag Wonosobo di Aula Kecamatan Garung dan Kejajar pada tanggal 16 dan 18 Oktober 2012.
Dalam sosialisasi yang diikuti peserta yang berasal dari unsur Kepala Desa, Tokoh Masyarakat dan Pelaku Usaha tersebut, disampaikan apabila konsumen tidak berperilaku konsumtif dan tidak membeli produk impor tentunya tidak akan laku dipasaran dan otomatis arus barang impor akan terhenti. Oleh karena itu konsumen menjadi tokoh utama dalam menghentikan laju barang impor di Indonesia, sedang peran pemerintah hanya membuat regulasi agar barang impor bisa dikendalikan.
Selian itu menurut Oman, minimnya pemahaman tentang regulasi di bidang perdagangan berakibat pada ketertinggalan informasi, sehingga kurang memiliki nilai kompetitif  terhadap barang yang beredar di pasaran. Sektor perdagangan merupakan kegiatan dinamis yang akan selalu berubah seiring dengan kemajuan jaman di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Oleh karena itu jangan heran apabila banyak peraturan-peraturan yang terus berubah karena tuntutan kebutuhan guna menyesuaikan perkembanan masyarakat. 
Seperti tentang eksportasi dan importasi beras sebagaimana diatur dalam Permendag No. 12 Tahun 2008 dan No. 06 Tahun 2012. Tujuan impor beras semata-mata untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Untuk melakukan importasi ada beberapa persyaratan seperti tidak boleh 1 bulan sebelum panen raya, masa panen raya, serta 2 bulan setelah panen raya.
Kebijakan ini dilakukan dalam rangka melindungi petani agar hasil panennya bisa dijual guna memenuhi kebutuhan pangan. Adapun kebijakan impor ini juga harus ada persyaratan yang ketat yaitu berupa rekomendasi dari Kementrian Pertanian selain harus memperoleh Nomor Pengenal Impor (NPI) dan Nomor Pengenal Impor Khusus (NPIK). Begitu juga dalam hal banjirnya produk impor holtikultura baik sayuran maupun buah-buahan. Yang mana pemerintah telah mengatur dalam Permendag No. 30 Tahun 2012 dan No. 60 Tahun 2012 tentang Holtikultura.
Kebijakan ini sebenarnya dalam rangka melindungi petani domestik yaitu semua ritel modern tidak boleh lagi impor langsung melainkan harus lewat distributor agar arus barang impor lebih terkendali. Bahkan peraturan ini menetapkan setiap importir hanya boleh mengimpor dalam satu seksion atau satu jenis komoditi tidak seperti kebijakan sebelumnya, yang boleh mengimpor beberapa komoditi barang sekaligus.
Langkah ini mendapat reaksi dari beberapa pelaku impor karena selain dianggap menambah jalur panjang distribusi juga menambah biaya yang harus dikeluarkan setiap mau melakukan impor. Kalau kita konsisten mau menyetop produk impor maka produk Indonesia juga tentunya tidak boleh diekspor  ini tentu akan membahayakan ekonomi kita karena semua negera anggota WTO tidak boleh melakukan diskriminasi perdagangan

Harga Hewan Sapi Qurban di Humas

Jelang Hari Raya Qurban, Harga Daging Sapi Dipastikan Naik

Menjelang Hari Raya Qurban, harga daging sapi  dipastikan naik, ada dua faktor penyebab kemungkinan naiknya harga daging sapi tersebut,  hal ini diungkapkan Kasi Distribusi dan Perlindungan Konsumen Bidang Perdagangan Disperindag Wonosobo, Drs. Oman Yanto, MM, dalam rilisnya ke Bagian Humas, Sabtu 20 Oktober.
Menurut Oman, faktor pertama adalah akibat menjelang Hari Raya Qurban atau Idul Adha dan faktor kedua adalah akibat kebijakan impor.
Kenaikan harga hewan sapi menjelang idul adha dimungkinan terjadi, karena para pelaku qurban semakin bertambah seiring meningkatnya taraf pertumbuhan ekonomi masyarakat dan kesadaran akan komitmen keagamaan. Hal ini akan berimbas semakin banyaknya hewan qurban seperti sapi yang dibutuhkan, guna memenuhi perayaan penyembelihan ritual keagamaan.
Faktor kedua adalah kebijakan importasi sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 24/M-DAG/PER/9/2011 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan. Dalam peraturan tersebut sapi merupakan salah satu hewan yang boleh diimpor dengan ketentuan pos tarif/HS : 0102.90.10.00.
Selain itu kerbau pos tarif/HS : 0102.90.20.00, kambing pos tarif/HS : 0104.20 dan domba pos tarif/HS : 0104.10.
Berdasarkan data tiga tahun terakhir kebijakan kuota  impor sapi adalah tahun 2010 sebanyak 120.000 ton, tahun 2011 90.000 ton, tahun 2012 96.800 dan tahun depan kuotanya hanya 82.500 ton.
Penurunan angka kuota ini, kecuali tahun ini, dalam rangka melindungi petani domestik agar harga jual ternak bisa dinikmatinya. Walaupun pemerintah berupaya mengurangi angka ketergantungan impor sapi akan tetapi harus cermat dalam menghitung kebutuhan dalam negeri karena perlunya pasokan untuk ritel-ritel modern, restoran dan hotel yang tentunya membutuhkan daging sapi yang memiliki kualitas baik.
Dari kebutuhan daging 484.000 ton tahun ini secara nasional maka kuota impor hanya dibolehkan kisaran 20% atau 34.000 ton dan 283 ekor. Kebijakan ini harus disambut positif oleh kalangan peternak sapi pada khususnya karena akan mengangkat nilai jual ternak. Akan tetapi langkah ini tentunya akan mendapat respon yang menyesakkan bagi importir sapi karena semakin sedikit kuota impor akan semakin kecil margin yang diperoleh.
Dengan diberlakukannya kebijakan impor ini tentunya negara-negara pemasok seperti Australia, Amerika Serikat, India dan bisa jadi membuat kebijakan baru yang perlu diwaspadai akan merugikan kita dengan berbalik arah, dengan tidak melakukan ekspor lagi, sementara kemampuan produksi domestik dari segi kuantitas maupun kualitas masih perlu dikaji akankah mampu memasok kebutuhan pasar domestik sendiri secara konsisten. Diharapkan regulasi ini membawa angin segar sekaligus memberikan stimulus kepada peternak agar semakin bergairah.
Oleh karena itu, harga daging sapi atau hewan sapi dipastikan akan naik menjelang Hari Raya Idul Adha, baik secara nasional maupun di daerah Wonosobo sendiri, bahkan perlu diwaspadai banyaknya ternak sapi yang dijual ke kota besar seperti Jakarta karena harga akan merangsang peternak untuk menjualnya daripada dijual di Wonosobo. Kenaikan harga ini berkisar antara Rp 750.000 sampai Rp 1.250.000 dari tahun sebelumnya, sehingga kalau tahun lalu bisa beli Rp 8.750.000 per ekor sekarang bisa mencapai Rp 12.250.000 per ekor

Jumat, 19 Oktober 2012

Kuota dan Harga Daging Sapi

HARGA DAGING SAPI  DIPASTIKAN NAIK

MENJELANG HARI RAYA QURBAN 

Ada dua faktor penyebab kemungkinan naiknya harga daging sapi pertama akibat menjelang hari raya qurban (idul adha) dan kedua akibat kebijakan impor. Kenaikan harga hewan sapi menjelang idul adha karena dimungkinan adanya kenaikan para pelaku qurban semakin bertambah akibat taraf pertumbuhan ekonomi masyarakat dan kesadaran akan komitmen keagamaan. Hal ini akan berimbas semakin banyaknya hewan qurban seperti sapi yang dibutuhkan guna memenuhi perayaan penyembelihan ritual keagamaan. Faktor kedua adalah kebijakan importasi sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 24/M-DAG/PER/9/2011 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Hewan dan Produk Hewan. Dalam peraturan tersebut sapi merupakan salah satu hewan yang boleh diimpor dengan ketentuan pos tarif/HS : 0102.90.10.00. Selain itu kerbau pos tarif/HS : 0102.90.20.00, kambing pos tarif/HS : 0104.20 dan domba pos tarif/HS : 0104.10. Berdasarkan data tiga tahun terakhir kebijakan kuota  impor sapi adalah : tahun 2010 sebanyak 120.000 ton, tahun 2011 : 90.000 ton, tahun 2012 : 96.800 Dan tahun yang akan datang 2013 : kuotanya hanya 82.500 ton. Penurunan angka kuota ini kecuali tahun ini dalam rangka melindungi petani domestik agar harga jual ternak bisa dinikmatinya. Walaupun pemerintah berupaya mengurangi angka ketergantungan impor sapi akan tetapi harus cermat dalam menghitung kebutuhan dalam negeri karena perlunya pasokan untuk ritel-ritel modern, restoran dan hotel yang tentunya membutuhkan daging sapi yang memiliki kualitas baik. Dari kebutuhan daging 484.000 ton tahun ini secara nasional maka kuota impor hanya dibolehkan kisaran 20% atau 34.000 ton dan 283 ekor. Kebijakan ini harus disambut positif oleh kalangan peternak sapi pada khususnya karena akan mengangkat nilai jual ternak. Akan tetapi langkah ini tentunya akan mendapat respon yang menyesakkan bagi importir sapi karena semakin sedikit kuota impor akan semakin kecil margin yang diperoleh. Dengan diberlakukannya kebijakan impor ini tentunya negara-negara pemasok seperti Australia, Amerika Serikat, India dan bisa jadi membuat kebijakan baru yang perlu diwaspadai akan merugikan kita dengan berbalik arah dengan tidak melakukan ekspor lagi sementara kemampuan produksi domestik dari segi kuantitas maupun kualitas masih perlu dikaji akankah mampu memasok kebutuhan pasar domestik sendiri secara konsisten. Mudah-mudahan regulasi ini membawa angin segar sekaligus memberikan stimulus kepada peternak kita selalu bergairah. Oleh karena itu harga daging sapi atau hewan sapi dipastikan akan naik menjelang hari raya idul adha ini baik secara nasional maupun di daerah Wonosobo sendiri bahkan perlu diwaspadai banyaknya ternak sapi yang dijual ke kota besar seperti Jakarta karena harga akan merangsang peternak untuk menjualnya daripada di jual di Wonosobo. Kenaikan harga ini berkisar antara Rp 750.000 - Rp 1.250.000 dari tahun sebelumnya sehingga kalau tahun lalu bisa beli Rp 8.750.000 perekor sekarang bisa mencapai Rp 12.250.000 perekor.
(Drs. Oman Yanto, MM : Kasi Distribusi dan Perlindungan Konsumen Bidang Perdagangan).

Kamis, 18 Oktober 2012

Toko Kecil di SM

4 Maret 2011 | 13:03 wib
90 Persen Toko Kecil Terancam Bangkrut
 0
 0

Wonosobo,CyberNews. Sebanyak 90 persen toko dan kios tradisional di Kabupaten Wonosobo terancam gulung tikar. Pantauan tim Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) di 15 kecamatan ancaman itu disebabkan maraknya swalayan atau supermarket pada tiap-tiap titik sentral.
Kepala seksi Distribusi dan Perlindungan Konsumen Disperindag Wonosobo, Drs Oman Yanto MM mengemukakan, sebanyak 7 kecamatan menunjukkan tren baru bahwa mayoritas toko-toko berpotensi bangkrut. "Kios dan toko kecil di Wonosobo tidak berkembang dan berpotensi bangkrut," katanya, Kamis (24/3).
Dia mengatakan, permasalahan yang muncul bagi pemilik kios dan toko kecil yakni, adanya persaingan ketat dengan supermarket dan swalayan yang sudah tersebar hingga tingkat kecamatan.
"Manajemen pengelolaannya juga masih konvensional sehingga sulit bersaing," ungkapnya. Para pemilik toko yang ada di pedesaan, kata dia, rata-rata tidak mempunyai pasokan modal yang memadai.
Oman mengatakan, pihaknya pada tahun 2011 ini akan melakukan pendataan secara menyeluruh.
"Kami akan melakukan pendataan perihal nasib toko kecil," ungkapnya. Dia menambahkan, pentingnya ada pemetaan kembali batas supermarket yang ada di Kabupaten Wonosobo. Menurutnya, persoalan toko kecil perlu dimasukkan dalam Perda RT/RW.
( Edy Purnomo / CN15 / JBSM )

Sosialisasi Perizinan

HANYA KONSUMEN YANG BISA HENTIKAN PRODUK IMPOR
Inilah salah satu buah impor yang dijual ritel modern
 
Minimnya pemahaman tentang regulasi dibidang perdagangan berakibat pada ketertinggalan informasi sehingga kurang memiliki nilai kompetitif  terhadap barang yang beredar di pasaran. Sektor perdagangan merupakan kegiatan dinamis yang akan selalu berubah seiring dengan kemajuan jaman dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Oleh karena itu jangan heran apabila banyak peraturan-peraturan yang terus berubah karena tuntutan kebutuhan guna menyesuaikan perkembangan masyarakat.  Seperti tentang eksportasi dan importasi beras sebagaimana diatur dalam Permendag No. 12 Tahun 2008 dan No. 06 Tahun 2012. Tujuan impor beras semata-mata untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Untuk melakukan importasi ada beberapa persyaratan seperti tidak boleh 1 bulan sebelum panen raya, masa panen raya, serta 2 bulan setelah panen raya. Kebijakan ini dilakukan dalam rangka melindungi petani agar hasil panennya bisa dijual guna memenuhi kebutuhan pangan. Adapun kebijakan impor ini juga harus ada persyaratan yang ketat yaitu berupa rekomendasi dari Kementrian Pertanian selain harus memperoleh Nomor Pengenal Impor (NPI) dan Nomor Pengenal Impor Khusus (NPIK). Begitu juga dalam hal banjirnya produk impor holtikultura baik sayuran maupun buah-buahan. Yang mana pemerintah telah mengatur dalam Permendag No. 30 Tahun 2012 dan No. 60 Tahun 2012 tentang Holtikultura. Kebijakan ini sebenarnya dalam rangka melindungi petani domestik yaitu semua ritel modern tidak boleh lagi impor langsung melainkan harus lewat distributor agar arus barang impor lebih terkendali. Bahkan peraturan ini menetapkan setiap importir hanya boleh mengimpor dalam satu secsion atau satu jenis komodiri tidak seperti kebijakan sebelumnya yang boleh mengimpor beberapa komoditi barang sekaligus. Langkah ini mendapat reaksi dari beberapa pelaku impor karena selain dianggap menambah jalur panjang distribusi juga menambah biaya yang harus dikeluarkan setiap mau melakukan impor. Kalau kita konsisten mau menyetop produk impor maka produk Indonesia juga tentunya tidak boleh diekspor  ini tentu akan membahayakan ekonomi kita karena semua negera anggota WTO tidak boleh melakukan diskriminasi perdagangan. Oleh karena itu peran pemerintah hanya membuat regulasi agar barang impor bisa dikendalikan namun justru yang bisa menghentikan impor adalah konsumen yang cerdas dan yang cinta produk dalam negeri. Apabila konsumen tidak berperilaku konsumtif dan tidak membeli produk impor tentunya tidak akan laku dipasaran dan otomatis arus barang impor akan terhenti. Inilah materi yang disajikan dalam acara SOSIALISASI PERATURAN PERIZINAN yang diselenggarakan oleh KPPT di Aula Kecamatan Garung dan Kejajar pada tanggal 16 dan 18 Oktober 2012 dihadapan peserta yang terdiri dari unsur Kepala Desa, Tokoh Masyarakat dan Pelaku Usaha.
(Drs. Oman Yanto, MM : Kasi Distribusi dan Perlindungan Konsumen).

Senin, 15 Oktober 2012

SVLK di SM

Suara Kedu
15 Oktober 2012
Ekspor Kayu Asal Wonosobo Terancam Ditolak
 0
 
 0
WONOSOBO - Kebijakan pemerintah mengenai kewajiban sertifikasi verifikasi legalitas kayu (SVLK) bakal mengancam industri perkayuan yang memiliki basis ekspor. Hal itu karena ada sekitar 100 perusahaan kayu di Wonosobo saat ini masih banyak yang belum bisa bersaing di luar negeri.

Kasi Distribusi dan Perlindungan Konsumen Bidang Perdagangan Disperindag Wonosobo Drs Oman Yanto MM mengatakan, perusahaan kayu di Wonosobo harus berbenah diri dengan meningkatkan kualitas produknya sehingga layak ekspor. Dengan penerapan verifikasi legalitas kayu Indonesia, imbuhnya, maka pada prinsipnya semua produk perkayuan yang diekspor dari Indonesia wajib terlebih dahulu diverifikasi legalitasnya melalui SVLK. ''Ini ancaman bagi perusahaan kayu lokal di Wonosobo kalau tidak disikapi secara serius,'' katanya, Minggu (14/10) usai mengikuti simposium perkayuan di Semarang.

Dia menambahkan, kebijakan yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 38 Tahun 2009 ini disikapi beragam oleh pelaku usaha ekspor. Ada yang menyambut positif karena akan meningkatkan kredibilitas produk kayu nasional sebagai negara yang memeperhatikan keabsahan dan cinta lingkungan. Namun, bagi perusahaan kecil kebijakan ini dianggap memberatkan karena memerlukan biaya sertifikasi sekitar Rp 70- Rp 90 juta yang berlaku 3 tahun sekali sehingga harus menguras kocek Rp 11 juta-Rp 15 juta tiap semesternya.

Menurut Oman, Europe Union Trade Regulations (EUTR) yang mempunyai kepentingan atas kebijakan ini tentunya perlu diwaspadai sebagai upaya meningkatkan devisa dengan dalih regulasi yang nantinya banyak bertebaran lembaga-lembaga asing yang memiliki jaringan sebagai misi dagang Uni Eropa. (H67-45,47)

Minggu, 14 Oktober 2012

Regulator Tdk SNI di SM

Load ads
Load ads
Suara Banyumas
21 Juli 2010
Banyak Regulator Tak Ber-SNI
 0
 
 0
WONOSOBO - Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Wonosobo melakukan inspeksi mendadak (sidak) perlengkapan gas elpiji 3 kilogram. Petugas menemukan banyak regulator dan selang yang tak ber-SNI.

Selain itu, sejak diberlakukannya rayonisasi hingga pertengahan Juli ini, kurang lebih terdapat 10.000 tabung yang mengalami kerusakan. Beberapa di antaranya rusak di tutup, bagian samping maupun gagang tabung. Sidak dimulai dari toko Sinar Mas, toko Murah, Swalayan Rita serta agen elpiji PT Amita Surya yang mendistribusikan gas untuk wilayah kota dan sekitaranya.

Perangkat elpiji 3 kilogram yang dijual di toko rata-rata tidak memenuhi standar SNI. Meski ada beberapa yang tertera SNI namun antara di label dan di regulator tidak cocok. Malah ditemukan pula label SNI yang asal tempel di kemasan.

Beberapa produk yang beredar dipasaran juga tidak dilengkapi dengan petunjuk manual dan garansi masa berlaku. Merk yang diidentifikasi tidah penuhi standar yakni antara lain Indo Gas, Safety Gas,Unity Gas, Starr Gazz, Todachi dan Panalug.

Anik (45), pedagang perlengkapan gas di toko Murah mengungkapkan, setiap bulan regulator maupun selang elpiji terjual lebih dari 100 buah. Menurutnya, banyak warga yang mengganti aksesoris karena takut dengan kualitas bantuan dari pemerintah. ”Ada yang membeli satu paket, ada yang beli regulatornya saja,” ungkapnya.

Di pasaran juga beredar merk terkenal buatan luar negeri namun tidak dilengkapi SNI. Para pedagang mengaku, saat ini hanya menjual sisa stok yang ada karena barang sudah tidak dikeluarkan lagi. ”Produk yang bagus dan terkenal juga tidak dilengkapi SNI,” katanya.

Pedagang lain, Umi (30) mengatakan, ada beberapa regulator dan selang yang baru dibeli juga rusak. Namun, pihak toko tetap bersedia mengganti dengan yang baru. Kerusakan terjadi dari pabrik dan ada pula yang karena salah memasang. ”Harga satu paketnya ada rata-rata Rp 70 ribu, yang bagus Rp 90 ribu,” katanya.

Koordinator Agen Wilayah Kabupaten Wonosobo, Sentot W mengemukakan, sejak rayonisasi hingga pertengahan Juli ini di PT Amita Surya Jaya saja sudah menerima laporan gas rusak kurang lebih 2 ribu tabung. ”Kalau total keseluruhan yang rusak dan sudah masuk ada 10 ribu lebih,” katanya.

Dia menambahkan, untuk sementara masing-masing agen menyimpan tabung rusak di gudang penyimpanan. Tabung yang rusak akan ditukar ke Pertamina secara berkala. ”Satu minggu dua kali, satu kali maksimal 20 tabung yang bisa ditukar.” 

Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perlindungan Konsumen Disperindag, Drs Oman Yanto MM mengemukakan sidak tersebut dilakukan untuk mengetahui kondisi perlengkapan elpiji 3 kg. Sidak adalah bagian dari pembinaan kepada para pedagang dan masyarakat pemakai. ”Kewajiban SNI baru diterapkan pada bulan September 2008,” katanya. (edy-39) (/)

Waspadai Migrasi LPG 3K

Migrasi Gas 3 Kilogram Perlu Diwaspadai :


28/06/2011
Kliping Berita

Wonosobo, CyberNews. Perpindahan konsumen atau migrasi gas kelas industri ke gas 3 kilogram perlu diwaspadai. Pasalnya, hal ini akan mengancam pasokan gas untuk rakyat tersebut, jika pemerintah jadi menaikkan gas ukuran 12 kilogram dan 50 kilogram.

Selain itu, pengaturan harga jual gas ukuran 3 kilogram juga akan dipantaum, supaya tidak ada perbedaan yang besar antara harga di wilayah perkotaan dan pedesaan. Dalam pantauan saat ini, disparitas harga jual elpiji 3 kilogram di wilayah kota, yakni sebesar Rp Rp 15.000 hingga Rp 16.000 dan wilayah kecamatan antara Rp 13.500 hingga Rp 14.500.

Kepala Seksi Distribusi dan Perlindungan Konsumen Disperindag Wonosobo, Oman Yanto MM, Selasa (28/6) mengemukakan, dengan adanya rencana kebijakan kenaikan elpiji kelas industri dari pemerintah perlu ada kewaspadaan migrasi elpiji ukuran 3 kilogram.

"Antisipasi migrasi konsumen industri ke elpiji 3 kilogram akibat rencana pemerintah menaikan harga elpiji ukuran 12 kilo dan 50 kilo perlu dilakukan," katanya.

Dia juga mengemukakan, penyerapan gas elpiji 3 kilogram bulan Maret sampai Mei masih dibawah kuota yang ditentukan Pertamina yang setiap hari mendapat jatah 9.500 tabung untuk wilayah Wonosobo. "Bulan mendatang juga sudah mulai perlu adanya persiapan untuk stok bulan puasa dan hari raya raya," ungkapnya.

Oman menambahkan, permasalahan lain yang ada di lapangan adalah masih ada beredarnya regulator yg mengatasnamakan Pertamina, padahal pihak Pertamina tidak kerjasama dengan pihak manapun.

"Masyarakat harus jeli memilih regulator ber-SNI. Salah satu yang sesuai standar adalah regulator dan selang Win Gas. Kami sudah melakukan penelitian," terangnya.

( Edy Purnomo / CN31 / JBSM )

Toko Kecil Terancam Toko Modern

Toko Kelontong di Wonosobo Tergencet Swalayan

E-mail Cetak PDF
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Wonosobo menilai kehadiran pasar modern seperti minimarket hingga swalayan ke kecamatan bakal mematikan usaha rakyat kecil berbentuk kios tradisional atau toko kelontong.

"Merebaknya supermarket di tingkat kecamatan mulai menunjukkan gejala tidak sehat. Di tujuh kecamatan sudah menunjukkan gejala kebangkrutan. Kios dan toko kecil menjadi tidak berkembang bahkan terancam gulung tikar,"kata Kepala Seksi Distribusi dan Perlindungan Konsumen Disperindag, Oman Yanto, Kamis (31/3)

Oman menjelaskan kondisi tidak sehat itu merugikan toko kecil seperti perbedaan harga, manajemen pengelolaan hingga keterbatasan modal. Karena itu, mulai tahun ini dinas akan mendata ulang jumlah toko kelontong dan pasar modern hingga mengatur jarak minimal pendirian pasar modern."Sebagai bentuk perlindungan, ada baiknya keberadaan toko kelontong masuk dalam Perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) di kabupaten ini," ujarnya. (Krj/Art)

Jumat, 12 Oktober 2012

Kebijakan SVLK

KEBIJAKAN SVLK ANCAMAN ataPELUANG BAGI EKSPORTIR KAYU
 BILA TIDAK PROTEKSI PELAKU USAHA KECIL

 Kebijakan pemerintah tentang mandatory Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) akan mengancam industri perkayuan yang memiliki basis ekspor apabila tidak diimbangi dengan kesiapan industri kayu dalam negeri  dalam mengahadapi kebijakan ini karena membutuhkan biaya cukup besar khusunya bagi Usaha Kecil. Kebijakan yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 38 Tahun 2009 ini  disikapi beragam oleh pelaku usaha ekspor. Ada yang menyambut positif karena akan meningkatkan kredibilitas produk kayu nasional sebagai negara yang memeperhatikan keabsahan dan cinta lingkungan. Akan tetapi bagi yang kontra kebijakan ini dianggap memberatkan karena memerlukan biaya sertifikasi sekitar 70.000.000 - 90.000.000 yang  berlaku 3 tahun sekali sehingga harus menguras kocek 11.000.000-15.000.000 tiap semesternya. Sedangkan Europe Union Trade Regulations (EUTR) yang mempunyai kepentingan atas kebijakan ini tentunya perlu diwaspadai sebagai upaya meningkatkan devisa dengan dalih regulasi yang nantinya banyak bertebaran lembaga-lembaga asing yang memiliki jaringan sebagai misi dagang Uni Eropa. Hasil penelitian dari Institut Pertanian Bogor pada 3 Kabupaten yaitu Wonogiri, Blora dan Wonosobo menganggap bahwa SVLK hanya menguntungkan pihak asing karena akan tumbuhnya lembaga-lembaga legalitas akuntan indevenden yang dapat melakukan legalisasi kayu dalam negeri serta menghilangkan jalur distribusi yang menjadi andalan hidup mereka.
Dengan penerapan verifikasi legalitas kayu Indonesia, termasuk dalam rangka implementasi VPA (Voluntary Partnership Agreement), maka pada prinsipnya semua produk perkayuan yang dieksport dari Indonesia (termasuk ke Uni Eropa) wajib terlebih dahulu diverifikasi legalitasnya melalui SVLK. Hal ini akan merupakan instrumen baru dalam kerangka perdagangan (ekspor) produk perkayuan Indonesia dimana setiap ekspor akan diwajibkan melampirkan dokumen legalitas (V-Legal document) sebagai dokumen tambahan pada Pemberitahuan Ekpor Barang (PEB). Incentive yang akan diperoleh Indonesia dengan mekanisme ini antara lain adalah pasar yang akan terbuka luas karena terhindar dari isyu illegal logging. Bagi pasar Eropa, kayu Indonesia dengan sertifikat V-Legal akan melalui “green-lane” sehingga tidak memperoleh kesulitan pengakuan legalitasnya.
Melengkapi peraturan mengenai SVLK, melalui koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Perindustrian, Ditjen Bea & Cukai, KAN, para asosiasi dan beberapa pihak lainnya termasuk perwakilan LSM, saat ini Indonesia sedang dalam tahap akhir pengembangan konsep peraturan yang menggantikan peran, fungsi dan mekanisme Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) sebagai lembaga endorsemen ekspor produk perkayuan Indonesia. Hal tersebut dikarenakan SVLK jauh lebih dianggap memiliki kredibilitas di pasar kayu internasional sebagai suatu sistem yang secara independen membuktikan legalitas produk perkayuan Indonesia melalui verifikasi administrasi dan fisik di lapangan. Tentunya pemerintah juga telah berencana memberikan insentif bagi usaha kecil dalam biaya sertifikasi. Dengan hadirnya kebijakan SVLK ini tentunya berharap tidak menjadi ancaman bagi pelaku ekspor kita khususnya di Wonosobo akan tetapi akan menjadi pemicu tingkat kualitas kayu sebagai bahan yang legal sehingga terhindar dari stigma negatif negara Uni Eropa yang menganggap kayu domestik dianggap illegal loging akan tetapi akan meningkatkan daya saing bagi negara lain serta menumbuhkan kepercayaan sasaran negera ekspor sehingga setiap kayu ekspor yang berasal dari Indonesia termasuk Wonosobo akan secara otomatis diterima sehingga akan meningkatkan nilai ekspor.
(Drs. Oman Yanto, MM : Kasi Distribusi dan Perlindungan Konsumen Bidang Perdagangan).



Selasa, 09 Oktober 2012

Jagung

Pelatihan Potensi Jagung di PKK

Ban Kendaraan Wajib SNI

Ban Kendaraan Wajib Miliki SNI

Ban kendaraan merupakan salah satu komponen penting untuk sebuh kendaraan, oleh karena itu, mulai Januari 2012 lalu, sebenarnya pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan baru mengenai SNI (Standar Nasional Indonesia) yang berhubungan dengan jual beli ban-ban kendaraan, hal tersebut disampaikan Kasi Distribusi dan Perlindungan Konsumen DISPERINDAG Wonosobo, Drs. Oman Yanto, MM, dalam rilisnya ke Bagian Humas Setda Wonosobo, Senin, 8 Oktober 2012.
Menurut Oman, hal tersebut tertuang dalam Peraturan  Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan  nomor : 12/M-IND/PER/3/2006 dan 07/M-DAG/PER/3/2006. Namun akhirnya diundur sampai bulan Juni 2012, guna memperoleh kesiapan dari para produsen ban lokal.
Dalam Peraturan tersebut disebutkan tentang pemberlakuan SNI pada Ban Secara Wajib di seluruh Indonesia. Setiap ban wajib mengantongi sertifikat SNI dan menggunakan logo SNI secara emboss (huruf timbul), tidak diperkenankan lagi ban hanya menggunakan stiker SNI.
Ketentuan ini berlaku juga untuk ban impor yang masuk ke Indonesia. Jika ketahuan melanggar peraturan SNI ini, maka pemerintah akan menyelesaikannya berdasarkan ketentuan dan UU Kepabeanan yang berlaku.
Dalam peraturan tersebut ditetapkan 6 jenis ban yang wajib menggunakan SNI Emboss, yaitu :
1. Ban untuk mobil penumpang (SNI No. 06-0098-2002, Pos Tarif/HS No. 4011.10.00.00),
2. Ban truk ringan (SNI No. 06-0100-2002/Amd1:2010, Pos Tarif/HS No. 4011.10.00.00),
3. Ban truk bus (SNI No. 08-0099-2002/Amd1:2010, Pos Tarif/HS No. 4011.20.10.00),
4. Ban sepeda motor (SNI No. 06-0101-2002, Pos Tarif/HS No. 4011.40.00.00),
5. Ban dalam kendaraan (SNI No. 06-6700-2002, Pos Tarif/HS No. 4013.10.11.00, 4013.10.21.00, 4013.90.20.00)
6a. Ban yang terpasang di velg (SNI No. 06-0098-2002 & 06-0100-2002/Amd1:2010, Pos Tarif/HS No. 8708.70.22.00)
6b. Ban yang terpasang di velg (SNI No. 06-0099-2002/Amd1:2010 & 06-0101-2002, Pos Tarif/HS No. 8708.70.29.00).
Dengan adanya Peraturan Pemerintah ini, jika ke 6 jenis ban tersebut tidak memenuhi kriteria SNI, maka harus dimusnahkan.
Untuk ban yang sudah terlanjur dipasarkan tapi belum punya SNI, perusahaan produsen ban wajib menarik produk itu dari pasar dan memusnahkannya.
Tujuan diberlakukannya SNI Wajib ini dalam rangka melindungi konsumen pengguna kendaraan agar terhindar dari bahaya yang mengancam keselamatan penumpang karena akan berakibat kecelakaan dan bisa merenggut nyawa seseorang baik pegendarara sendiri maupun orang lain.

Inovator BAtik

Butuh Inovator jadikan Batik Icon Domestik

Butuh inovator untuk menjadikan batik sebagai icon domestik, mengngat belakangan ini batik menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia, setelah adanya kepedulian Pemerintah dengan dijadikannya pakaian batik sebagai salah satu pakaian dinas yang wajib digunakan pada hari-hari tertentu mulai tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, padahal beberapa tahun lalu batik dianggap sebagai pakaian pinggiran yang dilihat sebelah mata oleh sebagian masyarakat kita. Hal tersebut disampaikan oleh Kasi Distribusi dan  Perlindungan Konsumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Oman Yanto, dalam rilisnya ke Bagian Humas Setda Wonosobo, Jum’at, 5 Oktober 2012.
Menurutnya, Kebijakan Pemerintah ini tentunya membawa angin segar bagi pelaku usaha batik khususnya industri batik dalam negeri karena seringkali mendapat respon positif dalam setiap moment-moment penting, seperti kegiatan pameran khusus batik, festival batik, modeling dan beberapa kegiatan lain yang mendukung.
Terlebih setelah adanya pengakuan dari organisasi kebudayaan dunia yaitu UNESCO sebuah badan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengakui bahwa batik sebagai asli produk bangsa Indonesia. Suatu hal yang patut disukuri dan dijadikan pemicu untuk meningkatkan kualitas batik sebagai icon produk domestik.
Namun seiring dengan persaingan usaha di tingkat dunia dengan dibukanya kran AFTA dan ACFTA maka batik produk domestik harus berhadapan dengan produk impor, khususnya dari negeri Tirai Bambu Cina, dimana harganya jauh lebih murah bila dibandingkan dengan produk lokal. Kalau produk lokal dijual antara Rp 60.000 - Rp 90.000 sementara produk Tiongkok hanya Rp 35.000 - 45.000. Mahalnya produk batik lokal dikarenakan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pembuatannya, tenaga kerja dan kemampuan berinovasi dan berkreativitas, khususnya kalangan home industri, yang tentunya masih perlu pembinaan dan motivasi oleh lembaga yang kompeten.
Apabila home industri tidak memiliki inovator dan kreator dalam rangka menciptakan model-model kontempores tentu akan selalu ketinggalan dan mendapat persaingan produk impor yang lebih menarik.
Diharapkan eksistensi industri batik yang masih kecil dapat merubah pola kerja dengan menumbuhkan para inovator dan kreator yang muncul dari berbagai kalangan termasuk dari unsur perguruan tinggi dan sekolah-sekolah kejuruan khusus, yang dapat mendorong tumbuhnya industri perbatikan di negeri ini.
Oman menambahkan, di Wonosobo sendiri misalnya, dengan batik Talunombo Kecamatan Sapurannya, tentunya perlu mendapat motivasi agar bisa lebih berkembang dari segi inovasi dan kreasinya maupun dari segi kualitasnya agar tetap eksis dan tidak tergempur oleh produk impor. Masyarakat sendiri tentunnya dituntut untuk peduli terhadap produk lokal, agar usaha mereka dapat berkembang, salah satu caranya dengan memakai batik produk lokal

Minggu, 07 Oktober 2012

Sertifikasi Kayu

INDUSTRI KEHUTANAN: Pemerintah bantu dana sertifikasi verifikasi legilitas kayu

Compact_hutan JAKARTA: Kementerian Kehutanan berencana memberikan donasi hingga Rp 7 miliar kepada pelaku industri kehutanan yang belum memeroleh sertifikasi verifikasi legalitas kayu (SLVK). Kemenhut menargetkan 100% unit industri sektor kehutanan mengantongi SLVK hingga akhir tahun ini.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengungkapkan hingga kini sekitar 90% unit industri perkayuan telah memperoleh sertifikat legalitas dan lestari dari auditor independen, terdiri dari 40 unit industri hutan alam seluas 4,8 juta hektare dan 38 unit pelaku hutan tanaman seluas 3,4 juta ha.
Menurut Zulkifli, anggaran donasi Kemenhut tersebut akan membantu sejumlah pelaku gergajian kayu berbasis hutan rakyat seluas 3.500 ha serta industri pengolahan kayu kecil-menengah yang berjumlah 205 unit.
Dia menilai beberapa unt industri pengolahan kayu dan hutan rakyat masih kesulitan memenuhi biaya sertifikakasi yang dipatok sekitar Rp 25-35 juta.
Sertifikasi legalitas kayu akan membantu pelaku bisnis kehutanan dalam memenuhi standar penilaian lestari yang diminta pasar ekspor terutama dari Uni Eropa, AS, dan China.
"Kayu yang tidak jelas asalnya akan ditolak pasar, sekarang hanya kayu yang baik yang laku baik untuk kebutuhan domestik maupun dijual ke luar negeri" ujarnya, Senin 21 Mei 2012.
Penerapan sertifikasi verifikasi legalitas kayu akan efektif berlaku pada Maret tahun depan. Amerika Serikat dan Jepang telah mulai menerapkan aturan tersebut sejak awal tahun ini.
Bahkan, imbuh Zulkifli, Australia kini tengah menjajaki illegal logging bill atau RUU pembalakan liar.
"Jika RUU itu disahkan, Australia akan menerapkan aturan yang keras untuk tidak mengizinkan impor produk kayu yang tidak bersertifikat dari Indonesia," jelasnya. (ra).

Sabtu, 06 Oktober 2012

SNI Ban Kendaraan


 BAN KENDARAAN WAJIB SNI
 
 
Ban kendaraan merupakan salah satu komponen penting untuk sebuh kendaraan. Untuk itu mulai Januari 2012 lalu sebenarnya pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan baru mengenai SNI (Standar Nasional Indonesia) yang berhubungan dengan jual-beli ban-ban kendaraan. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan  Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan  nomor : 12/M-IND/PER/3/2006 dan 07/M-DAG/PER/3/2006. Namun akhirnya diundur sampai bulan Juni 2012 guna memperoleh kesiapan dari para produsen ban lokal.
Dalam Peraturan tersebut disebutkan tentang pemberlakuan SNI pada Ban Secara Wajib di seluruh Indonesia. Setiap ban wajib mengantongi sertifikat SNI dan menggunakan logo SNI secara emboss (hurup timbul) Tidak diperkenankan lagi ban hanya menggunakan stiker SNI.
Ketentuan ini berlaku juga untuk ban impor yang masuk ke Indonesia. Jika ketahuan melanggar peraturan SNI ini, pemerintah akan menyelesaikannya berdasarkan ketentuan dan UU Kepabeanan yang berlaku.
Dalam peraturan tersebut ditetapkan 6 jenis ban yang wajib menggunakan wajib menggunakan SNI Emboss, yaitu :
1. Ban untuk mobil penumpang (SNI No. 06-0098-2002, Pos Tarif/HS No. 4011.10.00.00),
2. Ban truk ringan (SNI No. 06-0100-2002/Amd1:2010, Pos Tarif/HS No. 4011.10.00.00),
3. Ban truk bus (SNI No. 08-0099-2002/Amd1:2010, Pos Tarif/HS No. 4011.20.10.00),
4. Ban sepeda motor (SNI No. 06-0101-2002, Pos Tarif/HS No. 4011.40.00.00),
5. Ban dalam kendaraan (SNI No. 06-6700-2002, Pos Tarif/HS No. 4013.10.11.00, 4013.10.21.00, 4013.90.20.00)
6a. Ban yang terpasang di velg (SNI No. 06-0098-2002 & 06-0100-2002/Amd1:2010, Pos Tarif/HS No. 8708.70.22.00)
6b. Ban yang terpasang di velg (SNI No. 06-0099-2002/Amd1:2010 & 06-0101-2002, Pos Tarif/HS No. 8708.70.29.00)
Dengan adanya peraturan pemerintah ini, jika ke-6 jenis ban tersebut tak memenuhi kriteria SNI maka harus dimusnahkan. Untuk ban yang sudah terlanjur dipasarkan tapi belum punya SNI, perusahaan produsen ban wajib menarik produk itu dari pasar dan memusnahkannya. Tujuan diberlakukannya SNI Wajib ini dalam rangka melindungi konsumen pegguna kendaraan agar terhindar dari bahaya yang mengancam keselamatan penumpang karena akan berakibat kecelakaan dan bisa merenggut nyawa seseorang baik pegendarara sendiri maupun orang lain.
(Drs. Oman Yanto, MM : Kasi Distribusi dan Perlindungan Konsumen)

Kamis, 04 Oktober 2012

KAYU (SLVL)

Selasa, 24 Juli 2012 18:16 WIB

Pemerintah Talangi Biaya Sertifikasi Kayu Pelaku Usaha Kecil

— HARIAN TERBIT

kayu JAKARTA – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) berjanji akan membantu pelaku usaha kecil dalam pembiayaan audit dan sertifikasi SVLK (sistem verifikasi legalitas kayu). Pembiayaan bagi pelaku usaha kecil itu akan menggunakan dana APBN dan dana bantuan dari luar negeri.
“Bantuan terhadap pelaku usaha kecil ini sangat penting agar tidak bertentangan dengan prinsip awal dibentuknya program SVLK, yang bertujuan meningkatkan daya saing produk kayu Indonesia di pasar global,” kata Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kemenhut, Dwi Sudharto dalam dialog dengan wartawan di Jakarta, Selasa (24/7).
Dia menjelaskan Indonesia merupakan pasar yang sangat basah dengan melimpahnya sumber daya kehutanan, sehingga pemerintah perlu memastikan bahan baku diperoleh secara legal melalui SLVK, karena bisa meningkatkan kepercayaan pembeli, dan ada iklim perdagangan yang lebih baik lagi.
Dwi memaparkan, kewajiban untuk memenuhi sertifikat LK berlaku bagi seluruh pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) baik hutan alam (HPH), hutan tanaman industri (HTI), hutan tanaman rakyat (HTR) maupun hutan rakyat. “Bagi pengelola hutan yang belum memperoleh sertifikasi SVLK, pemerintah memberikan tenggat waktu hingga 21 Desember 2012,” tandasnya.
Sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL) hutan alam hingga kini hanya dikantongi oleh 24 unit, atau 8,1% dari total 295 perusahaan pemegang izin HPH. Sementara pemegang izin HTI yang bersertifikasi baru mencapai 21 unit atau sekitar 8,5% dari 247 perusahaan.
Namun, kata dia, situasi dan perkembangan skema mandatory SVLK masih belum menggembirakan, karena luas hutan alam dan produksi yang telah terjamin SVLK baru mencapai 5,7 juta hektar. Padahal, selama ini total sekitar 33,6 juta hektar hutan alam dan produksi memasok 43,75 juta kapasitas industri kehutanan primer.
SVLK sesuai dengan Permenhut No.68/2011, merupakan sistem pelacakan legalitas kayu melalui sertifikasi kayu dengan syarat pengelolaan hutan lestari, memerangi pembalakan liar, dan memperbaiki kredibilitas produk kayu asal Indonesia. “SVLK penting untuk meningkatkan daya saing produk kayu Indonesia di pasar ekspor. SVLK juga sudah diakui negara tujuan ekspor seperti Uni Eropa, sehingga produk kayu Indonesia tidak akan ditolak.”//arbi

Editor — Fenty Wardhany

Batik

BUTUH INOVATOR GUNA MENJADIKAN BATIK SEBAGAI ICON DOMESTIK

Beberapa tahun lalu batik dianggap sebagai pakaian pinggiran yang dilihat sebelah mata oleh sebagian masyarakat kita. Namun belakangan batik bisa menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia setelah adanya kepedulian pemerintah dengan dijadikannya pakaian batik sebagai salah satu pakaian dinas yang wajib digunakan pada hari-hari tertentu mulai tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Kebijakan pemerintah ini tentunya membawa angin segar bagi pelaku usaha batik khususnya industri batik dalam negeri karena seringkali mendapat respon positif dalam setiap moment-moment penting seperti kegiatan pameran khusus batik, pestival batik, modeling dan beberapa kegiatan lain yang mendukung. Terlebih setelah adanya pengakuan dari organisasi kebudayaan dunia yaitu UNESCO sebuah badan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengakui bahwa batik sebagai asli produk bangsa Indonesia. Suatu hal yang patut disukuri dan dijadikan pemicu untuk meningkatkan kualitas batik sebagai icon produk domestik. Namun seiring dengan persaingan usaha ditingkat dunia dengan dibukanya kran AFTA dan ACFTA maka batik produk domestik harus berhadapan dengan produk impor khususnya dari negeri Tirai Bambu (Cina) dimana harganya jauh lebih murah bila dibandingkan dengan produk lokal. Kalau produk lokal dijual antara Rp 60.000 - Rp 90.000 sementara produk Tiongkok hanya Rp 35.000 - 45.000. Mahalnya produk batik lokal dikarenakan membutuhkan waktu yang cukup lama, tenaga kerja dan kemampuan berinovasi dan berkreativitas khususnya kalangan home industri yang tentunya masih perlu pembinaan dan motivasi oleh lembaga yang kompeten. Apabila home industri tidak memiliki inovator dan kreator dalam rangka menciptakan model-model kontempores tentu akan selalu ketinggalan dan mendapat persaingan produk impor yang lebih menarik. Semoga eksistensi industri batik yang masih kecil dapat merubah pola kerja dengan menumbuhkan para inovator dan kreator yang muncul dari berbagai kalangan termasuk dari unsur perguruan tinggi, sekolah-sekolah kejuruan khusus yang dapat mendorong tumbuhnya industri perbatikan dinegeri ini. Di Wonosobo sendiri misalnya dengan batik Talunombo Kecamatan Sapuran tentunya perlu mendapat motivasi agar bisa lebih berkembang dari segi inovasi dan kreasinya maupun dari segi kualitasnya agar tetap eksis dan tidak tergempur oleh produk impor. Ini tentunya masyarakat sendiri untuk peduli terhadap produk lokal agar usaha mereka dapat berkembang yaitu salah satu caranya dengan memakai batik produk lokal.
(Drs. Oman Yanto, MM : Kasi Distribusi dan Perlindungan Konsumen Bidang Perdagangan).

Rabu, 03 Oktober 2012

Permendag Holtikultura

Sekilas Mengenai Permendag 30/2012 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura
Kementerian Perdagangan RI, pada 7 Mei 2012, menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan
30/M-DAG/PER/5/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Permendag yang
didasarkan pada amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura ini,
mewajibkan para importir produk hortikultura untuk memperhatikan aspek keamanan
pangan, ketersediaan produk dalam negeri, penetapan sasaran produksi dan konsumsi produk
hortikultura. Selain itu, para importir juga harus memenuhi persyaratan kemasan dan
pelabelan, standar mutu, serta ketentuan keamanan dan perlindungan terhadap kesehatan
manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan.
2
Di dalam Permendag juga ditetapkan bahwa setiap impor produk hortikultura wajib mendapat persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan atas Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian. Disamping itu, produk hortikultura impor juga dipersyaratkan untuk dilengkapi dengan label dan dikemas menggunakan kemasan food grade dan kemasan yang dapat didaur ulang. Hal ini ditujukan sebagai perlindungan konsumen, sehingga konsumen dapat memperoleh informasi yang lengkap dan benar melalui label dan dapat mengkonsumsi produk yang aman, serta ramah bagi lingkungan. Beberapa tahun belakangan ini, impor produk hortikultura meningkat signifikan. Pada 2008, nilai impornya sebesar USD 881,6 juta, sementara pada 2011 impornya sudah mencapai USD 1,7miliar. Produk hortikultura yang paling besar nilai impornya adalah bawang putih dengan nilai USD 242,4 juta, buah apel USD 153,8 juta, buah jeruk USD 150,3 juta dan anggur USD 99,8 juta. Sementara itu, negara pengeskpor produk hortikultura terbesar ke Indonesia pada 2011 adalah China, Thailand dan Amerika Serikat. Komoditi hortikultura yang diatur dalam Permendag ini terdiri atas produk tanaman hias, seperti anggrek dan krisan; produk hortikultura segar, seperti bawang, sayur-sayuran dan buah-buahan (wortel, lobak pisang, kentang, cabe, jeruk, apel, anggur, pepaya); serta produk hortikultura olahan, seperti sayuran dan buah-buahan yang diolah dan jus buah. --selesai-- Informasi lebih lanjut hubungi: Frank Kandou Arlinda Kepala Pusat Humas Direktur Impor Kementerian Perdagangan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Telp/Fax: 021-3860371/021-3508711 Kementerian Perdagangan Email: pusathumas@kemendag.go.id Telp/Fax: 021-3858194
Email: arlinda.imbangjaya@kemendag.go.id

Sidang CODEX

SIDANG CODEX: Indonesia dukung larangan pewarna di produk ikan

Compact_tuna-ikan JAKARTA: Dalam sidang Codex Committee on Fishery Products, Indonesia mendukung pelarangan penggunaan pewarna buatan pada produk ikan asap dan mengusulkan batas penggunaan sodium (natrium) rendah, karena makanan lain di Indonesia banyak yang mengandung zat untuk mencegah masyarakat menderita darah tinggi.

Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut P. Hutagalung mengatakan beberapa produk yang sedang dibahas standard yaitu kecap ikan (fish sauce), ikan asap, dan moluska bivalva (produk perikanan yang lunak bercangkang).

"Pembahasan standard di sidang Codex butuh waktu, bisa lebih dari 4-5 tahun sampai ada penetapan dan kesepakatan," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (3/10/2012).

Dia menjelaskan kajian ilmiah standard harus kuat untuk dapat memperjuangkan standard tertentu. Penyusunan standar internasional untuk produk, katanya, perlu didukung data riset dan industri sehingga tidak dapat langsung terwujud dalam satu kali sidang.

Plt. Badan Standardisasi Nasional Suprapto mengatakan dalam sidang Codex mendiskusikan cara menentukan kadar histamin.

Histamin merupakan senyawa turunan dari asam amino histidin yang banyak terdapat pada ikan. Asam amino ini merupakan salah satu dari sepuluh asam amino esensial yang dibutuhkan oleh anak-anak dan bayi tetapi bukan asam amino esensial bagi orang dewasa. Pada orang-orang yang peka, histamin dapat menyebabkan migren dan meningkatkan tekanan darah.

Menurutnya, sidang itu juga membahas Draft Standard for Fresh & Quick Frozen Raw Scallop Adductor Muscle Meat.

Ketua Umum Asosiasi Pengolahan Produk Perikanan dan Pemasaran Indonesia (AP5I) Thomas Darmawan mengatakan dengan diadakannya sidang Codex perikanan di Indonesia, maka berdampak positif bagi Indonesia sebagai negara produsen perikanan. "Kita dapat belajar tentang standard."(msb)

Urgensi BPSK



Perlunya Bentuk BPSK untuk Selesaikan Sengketa Konsumen


Category: Kabar Wonosobo Published Date Written by HUMAS Hits: 4


Semakin banyak komoditi barang dan jasa yang beredar di pasar, terlebih dengan persaingan perdagangan bebas, maka makin banyak pula barang dan jasa, baik lokal maupun impor yang masuk negeri kita. Bahkan telah memasuki wilayah kota-kota kecil termasuk Wonosobo. Untuk itu maka pada hari Selasa, 2 Oktober 2012, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Wonosobo tergugah untuk membentuk kelembagaan perlindungan konsumen yang diberi nama BPSK yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Menurut Kasi Distribusi dan Perlindungan Konsumen Disperindag Wonosobo, Oman Yanto dalam rilisnya ke Bagian Humas Setda Wonosobo, dalam rapat yang dipimpin langsung oleh Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Wonosobo, Eko Yuwono, Eksistensi BPSK ini dirasa sangat penting dalam penanganan konsumen, karena tanpa biaya dan cepat, sehingga akan memudahkan sengketa konsumen. BPSK dapat menyelesaikan sengketa konsumen dengan tiga cara yaitu konsiliasi, mediasi dan arbritase.

Yang dimaksud dengan konsiliasi yaitu BPSK menyerahkan proses penyelesaian sengketa kepada konsumen dan pelaku usaha yang bersangkutan baik bentuk maupun besaran ganti rugi. Adapun mediasi adalah BPSK menjadi mediator antara permohonan konsumen dan kesiapan pelaku usaha sehingga bisa dicari jalan keluarnya, sehingga bisa diterima kedua belah pihak. Sedangkan cara arbitrase adalah dengan cara pihak konsumen dan pelaku usaha, saat memilih arbitor yang berasal dari konsumen dan pelaku usaha, kemudian memilih ketua BPSK dari unsur pemerintah. Apabila proses penyelesaian sengketa konsumen terjadi perdamaian, maka BPSK membuat putusan dalam bentuk penetapan perdamaian. Rencana pembentukan kelembagaan BPSK ini mendapat respon positif baik dari pelaku usah maupun konsumen, karena tujuan lembaga ini bukan untuk menghakimi pelaku usaha melainkan untuk meningkatkan peran pelaku usaha guna memenuhi kualitas barang dan jasa yang diperdagangkannya

Konsumen Cerdas di Humas


Masyarakat Agar Menjadi Konsumen Cerdas


Category: Kabar Wonosobo Published Date Written by HUMAS Hits: 4


Guna menghindari gempuran barang impor dan ritel modern, masyarakat diharapkan menjadi konsumen cerdas yaitu pertama sadar eksistensinya sebagai konsumen karena sangat menentukan terhadap larisnya barang impor dan berkembangnya ritel-ritel modern. Kalau saja konsumen dapat menahan diri dari pola konsumtif dan cinta produk dalam negeri otomatis barang impor tidak akan laku di pasaran dan jika tidak laku dibeli oleh masyarakat, maka tidak akan masuk lagi barang tersebut, karena mereka akan rugi sendiri, baik produsennya maupun importirnya, hal tersebut disampaikan Kasi Perlindungan Konsumen Disperindag Kabupaten Wonosobo, Drs. Oman Yanto, MM, dalam rilisnya ke Bagian Humas Setda Wonosobo, Jum’at 28 September 2012.

Menurut Oman, mengutip apa yang disampaikan oleh Wakil Menteri Perdagangan RI, Bayu Krisna Mukti, dalam acara EDUKASI KONSUMEN CERDAS yang dilaksanakan di Hotel Novotel Jalan Pemuda No. 123 Semarang, pada tanggal 26-28 September 2012, walaupun banyaknya investor ritel-ritel besar seperti supermarket dan hypermarket serta gempuran barang-barang impor, belum tentu bisa berkembang apabila tidak didukung oleh konsumen, karena eksistensi konsumen sebagai raja dalam berusaha menjadi penentu terhadap berkembang tidaknya suatu perusahaan.

Jika Pemerintah melarang semua produk impor, maka kita juga akan dituntut untuk tidak melakukan ekspor, karena sudah adanya kesepatan perdagangan bebas sehingga tidak boleh melakukan diskriminatif dalam perdagangan terhadap negara-negara yang menjadi anggota.

Langkah kedua yang bisa dilakukan untuk menekan banyaknya barang impor adalah, konsumen harus mengerti apa yang ia perlukan, misalnya berapa kebutuhan kosmetik, deterjen dan barang lainnya, sehingga tidak membeli dalam jumlah yang banyak yang tidak mendesak.

Selanjutnya, konsumen juga harus cerdas dan cermat jangan sampai tertipu, yakni memahami regulasi yang ditetapkan oleh Pemerintah, seperti ketentuan produk telematika dan eletronika harus berbahasa Indonesia, dan adanya jaminan kartu garansi, apabila ada produk impor yang tidak ada bahasa Indonesianya, maka jangan dibeli karena tidak sesuai ketentuan, terlebih apabila konsumen tidak memahami bahasa asal barang atau negara impor.

Selain itu, konsumen harus peduli terhadap produk dalam negeri, sehingga dapat membantu petani atau produsen lokal yang akhirnya dapat mengembangkan usahanya, walaupun produk lokal lebih mahal dari produk impor.

Dan yang terakhir, yang bisa dilakukan untuk menekan derasnya arus barang impor, adalah konsumen harus beradab, yakni memiliki tatakrama dalam bertransaksi. Inilah lima poin penting yang harus disadari kita semua, guna menghindari gempuran barang impor dan ritel moder