Rabu, 28 November 2012

Sosialisasi Produk Kehutanan

SOSIALISASI KEBIJAKAN EKSPOR HASIL HUTAN
Peserta Sosialisasi dari berbagai Kabupaten sedang mengikuti acara Sosialisasi Ekspor Hail Kayu di Resto Ongklok
 
 Dalam rangka memberikan pamahaman kepada pelaku ekspor dan calon eksportir produk kehutanan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Wonosobo melakukan Sosialisasi Kebijakan Ekspor Hasil Produk Kehutanan Hari Rabu Tanggal 28 November 2012 di Resto Ongklok Jl. Dieng No. 60 Bugangan Wonosobo. Hadir dalam kesempatan itu sebagai narasumber adalah Agung Triwaluyo dari Direktorat Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan, Wasi Pramono dari Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutan Kementrian Kehutanan dan Sunaryo dari Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Sementara Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Wonosobo Drs. Eko Yuwono dalam sambutannya mengatakan bahwa manfaat diadakanya sosialisasi ini untuk : meningkatkan citra profesionalisme bisnis perkayuan, meningkatkan visibilitas, kredibilitas, dan kepercayaan bisnis kayu terutama bagi eksportir, serta menyajikan informasi lengkap mengenai asal-usul kayu. Kegiatan yang dihadiri oleh dua kementrian ini dipandu oleh Drs. Oman Yanto, MM dihadiri oleh 50 orang peserta terdiri dari Asosiasi Perkayuan Indonesia H. Aryadi,Instansi Terkait, Eksportir Kayu dan calon eksportir dari Wonosobo, Temanggung, Banjarnegara, Purbalingga dan Banyumas. Sosialisasi ini terkait kebijakan produk kehutanan yaitu Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut-11/2009 dan No. P.68/Menhut-11/2011 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaa Hutan Produk Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin atau Pada Hutan Hak. Selain itu juga Peraturan Menteri Perdagangan No. 64/M-DAG/PER/10/2012 tentang Ketentuan Ekspor Kayu dan Produk Kayu.Dengan adanya peraturan Menteri Kehutanan tersebut maka produk kayu yang akan di ekspor harus memiliki legalitas baik dalam pengelolaanya maupun asal usulnya sehingga yang tadinya sifatnya "voluntary" sekarang ini sudah "mandatory" (wajib). Oleh karena kebijakan SVLK (Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu) tidak bisa ditawar lagi harus dilaksanakan oleh pelaku ekspor. Kebijakan ini tentunya akan sangat berpengaruh terutama bagi industri kecil karena membutuhkan biaya biaya untuk melakukan verifikasi yang dilakukan oleh lembaga verifikasi independen yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit kisaran 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah) - 40.000.000 (empat puluh juta rupiah). Dengan adanya kebijakan ini Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang melakukan penegakan hukum tentang tata kelola kayu. Tujuanya tentu untuk menghindari stigma negatif tentang negara yang melakukan "illegal logging" (pembalakan liar), meningkatkan kredibiltas negara yang peduli terhadap lingkungan dan keamanan kayu, serta meningkatkan daya saing produk ekspor dengan negara lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih sudah mengunjungi blog kami
Silahkan tinggalkan pesan Anda