Selasa, 11 September 2012

Importir Kedelai

INILAH.COM, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengindikasi PT Cargill Indonesia dan PT Gerbang Cahaya Utama (GCU) melakukan kartel kedelai.

Merujuk data KPPU tahun 2008, struktur pasar importasi kedelai dalam perspektif ilmu ekonomi bersifat pasar oligopolistik dengan indikasi bahwa 74,66% pasokan kedelai ke dalam negeri yang dilakukan importir dikuasai oleh 2 pelaku usaha tersebut.
"Pada saat itu KPPU menduga terjadi pengaturan pasokan oleh kedua perusahaan tersebut. Namun, setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, indikasi dugaan kartel ini tidak kuat karena pola pergerakan harga penjualan di antara kedua pelaku pasar tidak memiliki pola keteraturan dan fluktuatif. Demikian juga dengan volume importasinya. Di samping itu, kebijakan pasar kedelai nasional tidak menghambat pelaku usaha lain untuk masuk pasar," ujar Ketua KPPU Tadjudin Noer Said dalam acara jumpa persnya di Jakarta, Senin (30/7/2012).

Menurutnya, mencermati kenaikan harga kedelai dalam dua minggu ini yang membuat sejumlah pengrajin tahu tempe menghentikan produksinya, KPPU menduga bahwa terdapat kondisi yang sama seperti yang terjadi pada tahun 2008.
"Untuk itu, KPPU sedang melakukan langkah-langkah pengawasan terhadap pola pergerakan harga yang terjadi di pasar kedelai nasional, terutama di basis-basis konsumen kedelai impor yang hampir 78% terkonsentrasi di 5 provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogya dan Bali," tukasnya.

Tadjudin melihat fenomena kenaikan harga kedelai ini merupakan kondisi ulangan yang pernah terjadi pada 2007-2008, di mana harga CIF kedelai kuning dari Amerika menyentuh US$600 dan harga jual di gudang importer Rp6.250/ton yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap harga ledelai dalam negeri saat itu.

Kebutuhan terhadap kedelai Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, di mana kebutuhan kedelai 2012 sebesar 2,2 juta ton dibanding kebutuhan 2011 sebesar 2,16 juta ton. Dari kebutuhan tersebut, rata-rata yang mampu dipenuhi kebutuhan dalam negeri sekitar 25%-30%, di mana sisanya diperoleh dari berbagai negara melalui mekanisme impor.
"Ketergantungan yang sangat besar terhadap kedelai impor ini sangat berpengaruh terhadap fluktuasi harga," tegasnya.

Mengingat tingginya kebutuhan kedelai dan besarnya ketergantungan terhadap kedelai impor, maka kebijakan pasar pemerintah tetap harus memberikan kesempatan (market access) kepada pelaku usaha untuk memasuki pasar seperti yang diterapkan saat ini, sehingga mekanisme persaingan yang sehat tetap dapat terjamin. Namun demikian, diperlukan juga langkah atau kebijakan fundamental agar persoalan kenaikan harga kedelai ini tidak terulang dan dapat diantisipasi.

KPPU menilai pentingnya kebijakan pasar yang menyeluruh pada pasar pasokan kedelai untuk kebutuhan domestik dengan menerapkan sistem buffer stock yang dikontrol penuh pemerintah.

"Ini untuk mengantisipasi sekaligus melakukan minimalisasi gejolak harga komoditas seperti halnya kedelai," ujar Tadjudin.

Dia yakin pemerintah secara teknis memiliki kemampuan untuk memproyeksikan terjadinya penurunan pasokan kedelai di pasar dunia seperti yang terjadi saat ini. Mengingat jangka waktu proses order dan pengiriman kedelai rata-rata memakan waktu hingga 3 bulan, maka proyeksi tersebut setidaknya dapat dijadikan dasar bagi lembaga buffer stock ini untuk melakukan penyediaan pasokan kedelai sebagai langkah antisipatif.
"Apabila gejolak harga kedelai memang terjadi seperti yang diproyeksikan, maka lembaga buffer stock pemerintah ini telah siap dengan persediaan kedelai untuk memenuhi kebutuhan dengan penetapan harga sesuai dengan harga perolehannya," tukasnya. [rus]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih sudah mengunjungi blog kami
Silahkan tinggalkan pesan Anda