Kamis, 5 Januari 2006 18:26
'Belasan Tahun Saya Pakai Formalin, Kenapa Sekarang Diributkan..'
Pengakuan
jujur Sudjito seorang produsen mie bahwa telah belasan tahum
menggunakan formalin, tapi mengapa baru sekarang diributkan.
Riauterkini-
Tim Gabungan Pemkab Sragen mengundang para produsen dan pengusaha mie
basah, tahu, mie ayam serta bakso. Tujuannya adalah untuk sosialisasi
dampak buruk formalin. Ada pengakuan jujur seorang produsen mie bahwa
telah belasan tahum menggunakan formalin, tapi mengapa baru sekarang
diributkan.
Pertemuan digelar di Kantor Disperindagkop Pemkab Sragen, Kamis, (5/1).
Tidak kurang dari 50 produsen tahu dan mie basah serta pengusaha bakso
maupun mi ayam hadir untuk berdialog dengan tim gabungan yang dibentuk
Pemkab. Tim Pemkab semula mengungkapkan tentang berbagai dampak formalin
bagi kesehatan manusia.
Gilran mendapat kesempatan bicara pada pedagang dan produsen langsung
'menyerang'. Mereka mengeluhkan penghasilan yang menurun sekitar 40
hingga 70 persen dalam satu bulan terakhir akibat isu penggunaan
formalin pada produk dan dagangan mereka.
Bahkan tanpa menutup-nutupi, seorang pengusaha pembuatan mie basah
mengaku menggunakan formalin untuk pengawet produknya sejak tahun 1989.
"Formalin paling efektif dan bahan itu dijual bebas. Mengapa baru
sekarang diributkan. Selama ini mengapa didiamkan. Langkah pemerintah
sangat terlambat," ujar Sujito, nama pengusaha itu.
Lebih lanjut Sujito mengaku pernah mencoba menggunakan bahan pengawet
lain seperti benzoat, sodium maupun poliphosphat, namun mie yang
dihasilkan dinilai buruk, karena dalam waktu satu hari mie basah yang
dicampur bahan tersebut sudah hancur.
Sedangkan untuk menggunakan bahan pengawet lain yang lebih baik seperti
jenis minatrit, Sujito mengaku kesulitan mendapatkannya karena tidak
banyak dijual bebas di pasar. "Jadi kalau memang penggunaan formalin
untuk pengawet mie dilarang, pemerintah juga harus menyediakan
alternatif pengganti yang daya kerjanya seefektif formalin," lanjutnya.
Sedangkan Rochim, pengusaha lain yang mengaku tidak pernah menggunakan
formalin untuk produk mie buatannya, mendesak Pemerintah segera
menghentikan ketidakpercayaan konsumen terhadap seluruh bahan makanan
yang selama ini diduga mengandung formalin. Rochim mengusulkan dilakukan
labelisasi produk untuk agar konsumen bisa memilih.
Menanggapi usulan tersebut Kepala Disperindagkop Kabupaten Sragen,
Musdiman, mengaku bahwa pihaknya bersama kepolisian dan dinas kesehatan
Kabupaten Sragen memang telah merencanakan pemberian sertifikasi bebas
bahan kimia berbahaya untuk produk makanan di pasaran.
"Namun untuk dapat menjalankannya kami masih harus menunggu satu unit
alat deteksi dini formalin seharga Rp 2,2 juta yang sudah kami pesan
beberapa waktu lalu dari Depkes," ujarnya Musdiman.
Lebih lanjut dikatakannya, sosialisasi yang dilakukan pemerintah tentang
penggunaan bahan kimia berbahaya dalam makanan memang belum menyentuh
semua lapisan. Hal tersebut karena penggunaan formalin, boraks maupun
zat pewarna non-makanan, menurutnya, lebih disebabkan oleh ketidaktahuan
masyarakat.
Tidak adanya ketentuan yang membatasi penjualan bahan-bahan tersebut,
kata dia, juga menjadi pemicu penggunaannya. "Produsen yang umumnya
pengusaha kecil dan menengah tentunya lebih memilih menggunakan formalin
yang murah dan mudah diperoleh di toko-toko kimia biasa tanpa
mempertimbangkan dampak buruknya," lanjut dia.***Int
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih sudah mengunjungi blog kami
Silahkan tinggalkan pesan Anda