Rabu, 15 Agustus 2012

Tangani Formalin

Kamis, 5 Januari 2006 18:26
'Belasan Tahun Saya Pakai Formalin, Kenapa Sekarang Diributkan..'

Pengakuan jujur Sudjito seorang produsen mie bahwa telah belasan tahum menggunakan formalin, tapi mengapa baru sekarang diributkan.

Riauterkini- Tim Gabungan Pemkab Sragen mengundang para produsen dan pengusaha mie basah, tahu, mie ayam serta bakso. Tujuannya adalah untuk sosialisasi dampak buruk formalin. Ada pengakuan jujur seorang produsen mie bahwa telah belasan tahum menggunakan formalin, tapi mengapa baru sekarang diributkan.

Pertemuan digelar di Kantor Disperindagkop Pemkab Sragen, Kamis, (5/1). Tidak kurang dari 50 produsen tahu dan mie basah serta pengusaha bakso maupun mi ayam hadir untuk berdialog dengan tim gabungan yang dibentuk Pemkab. Tim Pemkab semula mengungkapkan tentang berbagai dampak formalin bagi kesehatan manusia.

Gilran mendapat kesempatan bicara pada pedagang dan produsen langsung 'menyerang'. Mereka mengeluhkan penghasilan yang menurun sekitar 40 hingga 70 persen dalam satu bulan terakhir akibat isu penggunaan formalin pada produk dan dagangan mereka.

Bahkan tanpa menutup-nutupi, seorang pengusaha pembuatan mie basah mengaku menggunakan formalin untuk pengawet produknya sejak tahun 1989. "Formalin paling efektif dan bahan itu dijual bebas. Mengapa baru sekarang diributkan. Selama ini mengapa didiamkan. Langkah pemerintah sangat terlambat," ujar Sujito, nama pengusaha itu.

Lebih lanjut Sujito mengaku pernah mencoba menggunakan bahan pengawet lain seperti benzoat, sodium maupun poliphosphat, namun mie yang dihasilkan dinilai buruk, karena dalam waktu satu hari mie basah yang dicampur bahan tersebut sudah hancur.

Sedangkan untuk menggunakan bahan pengawet lain yang lebih baik seperti jenis minatrit, Sujito mengaku kesulitan mendapatkannya karena tidak banyak dijual bebas di pasar. "Jadi kalau memang penggunaan formalin untuk pengawet mie dilarang, pemerintah juga harus menyediakan alternatif pengganti yang daya kerjanya seefektif formalin," lanjutnya.

Sedangkan Rochim, pengusaha lain yang mengaku tidak pernah menggunakan formalin untuk produk mie buatannya, mendesak Pemerintah segera menghentikan ketidakpercayaan konsumen terhadap seluruh bahan makanan yang selama ini diduga mengandung formalin. Rochim mengusulkan dilakukan labelisasi produk untuk agar konsumen bisa memilih.

Menanggapi usulan tersebut Kepala Disperindagkop Kabupaten Sragen, Musdiman, mengaku bahwa pihaknya bersama kepolisian dan dinas kesehatan Kabupaten Sragen memang telah merencanakan pemberian sertifikasi bebas bahan kimia berbahaya untuk produk makanan di pasaran.

"Namun untuk dapat menjalankannya kami masih harus menunggu satu unit alat deteksi dini formalin seharga Rp 2,2 juta yang sudah kami pesan beberapa waktu lalu dari Depkes," ujarnya Musdiman.

Lebih lanjut dikatakannya, sosialisasi yang dilakukan pemerintah tentang penggunaan bahan kimia berbahaya dalam makanan memang belum menyentuh semua lapisan. Hal tersebut karena penggunaan formalin, boraks maupun zat pewarna non-makanan, menurutnya, lebih disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat.

Tidak adanya ketentuan yang membatasi penjualan bahan-bahan tersebut, kata dia, juga menjadi pemicu penggunaannya. "Produsen yang umumnya pengusaha kecil dan menengah tentunya lebih memilih menggunakan formalin yang murah dan mudah diperoleh di toko-toko kimia biasa tanpa mempertimbangkan dampak buruknya," lanjut dia.***Int

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih sudah mengunjungi blog kami
Silahkan tinggalkan pesan Anda