Selasa, 09 Oktober 2012

Inovator BAtik

Butuh Inovator jadikan Batik Icon Domestik

Butuh inovator untuk menjadikan batik sebagai icon domestik, mengngat belakangan ini batik menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia, setelah adanya kepedulian Pemerintah dengan dijadikannya pakaian batik sebagai salah satu pakaian dinas yang wajib digunakan pada hari-hari tertentu mulai tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, padahal beberapa tahun lalu batik dianggap sebagai pakaian pinggiran yang dilihat sebelah mata oleh sebagian masyarakat kita. Hal tersebut disampaikan oleh Kasi Distribusi dan  Perlindungan Konsumen Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Oman Yanto, dalam rilisnya ke Bagian Humas Setda Wonosobo, Jum’at, 5 Oktober 2012.
Menurutnya, Kebijakan Pemerintah ini tentunya membawa angin segar bagi pelaku usaha batik khususnya industri batik dalam negeri karena seringkali mendapat respon positif dalam setiap moment-moment penting, seperti kegiatan pameran khusus batik, festival batik, modeling dan beberapa kegiatan lain yang mendukung.
Terlebih setelah adanya pengakuan dari organisasi kebudayaan dunia yaitu UNESCO sebuah badan organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengakui bahwa batik sebagai asli produk bangsa Indonesia. Suatu hal yang patut disukuri dan dijadikan pemicu untuk meningkatkan kualitas batik sebagai icon produk domestik.
Namun seiring dengan persaingan usaha di tingkat dunia dengan dibukanya kran AFTA dan ACFTA maka batik produk domestik harus berhadapan dengan produk impor, khususnya dari negeri Tirai Bambu Cina, dimana harganya jauh lebih murah bila dibandingkan dengan produk lokal. Kalau produk lokal dijual antara Rp 60.000 - Rp 90.000 sementara produk Tiongkok hanya Rp 35.000 - 45.000. Mahalnya produk batik lokal dikarenakan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pembuatannya, tenaga kerja dan kemampuan berinovasi dan berkreativitas, khususnya kalangan home industri, yang tentunya masih perlu pembinaan dan motivasi oleh lembaga yang kompeten.
Apabila home industri tidak memiliki inovator dan kreator dalam rangka menciptakan model-model kontempores tentu akan selalu ketinggalan dan mendapat persaingan produk impor yang lebih menarik.
Diharapkan eksistensi industri batik yang masih kecil dapat merubah pola kerja dengan menumbuhkan para inovator dan kreator yang muncul dari berbagai kalangan termasuk dari unsur perguruan tinggi dan sekolah-sekolah kejuruan khusus, yang dapat mendorong tumbuhnya industri perbatikan di negeri ini.
Oman menambahkan, di Wonosobo sendiri misalnya, dengan batik Talunombo Kecamatan Sapurannya, tentunya perlu mendapat motivasi agar bisa lebih berkembang dari segi inovasi dan kreasinya maupun dari segi kualitasnya agar tetap eksis dan tidak tergempur oleh produk impor. Masyarakat sendiri tentunnya dituntut untuk peduli terhadap produk lokal, agar usaha mereka dapat berkembang, salah satu caranya dengan memakai batik produk lokal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih sudah mengunjungi blog kami
Silahkan tinggalkan pesan Anda