Jumat, 12 Oktober 2012

Kebijakan SVLK

KEBIJAKAN SVLK ANCAMAN ataPELUANG BAGI EKSPORTIR KAYU
 BILA TIDAK PROTEKSI PELAKU USAHA KECIL

 Kebijakan pemerintah tentang mandatory Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) akan mengancam industri perkayuan yang memiliki basis ekspor apabila tidak diimbangi dengan kesiapan industri kayu dalam negeri  dalam mengahadapi kebijakan ini karena membutuhkan biaya cukup besar khusunya bagi Usaha Kecil. Kebijakan yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 38 Tahun 2009 ini  disikapi beragam oleh pelaku usaha ekspor. Ada yang menyambut positif karena akan meningkatkan kredibilitas produk kayu nasional sebagai negara yang memeperhatikan keabsahan dan cinta lingkungan. Akan tetapi bagi yang kontra kebijakan ini dianggap memberatkan karena memerlukan biaya sertifikasi sekitar 70.000.000 - 90.000.000 yang  berlaku 3 tahun sekali sehingga harus menguras kocek 11.000.000-15.000.000 tiap semesternya. Sedangkan Europe Union Trade Regulations (EUTR) yang mempunyai kepentingan atas kebijakan ini tentunya perlu diwaspadai sebagai upaya meningkatkan devisa dengan dalih regulasi yang nantinya banyak bertebaran lembaga-lembaga asing yang memiliki jaringan sebagai misi dagang Uni Eropa. Hasil penelitian dari Institut Pertanian Bogor pada 3 Kabupaten yaitu Wonogiri, Blora dan Wonosobo menganggap bahwa SVLK hanya menguntungkan pihak asing karena akan tumbuhnya lembaga-lembaga legalitas akuntan indevenden yang dapat melakukan legalisasi kayu dalam negeri serta menghilangkan jalur distribusi yang menjadi andalan hidup mereka.
Dengan penerapan verifikasi legalitas kayu Indonesia, termasuk dalam rangka implementasi VPA (Voluntary Partnership Agreement), maka pada prinsipnya semua produk perkayuan yang dieksport dari Indonesia (termasuk ke Uni Eropa) wajib terlebih dahulu diverifikasi legalitasnya melalui SVLK. Hal ini akan merupakan instrumen baru dalam kerangka perdagangan (ekspor) produk perkayuan Indonesia dimana setiap ekspor akan diwajibkan melampirkan dokumen legalitas (V-Legal document) sebagai dokumen tambahan pada Pemberitahuan Ekpor Barang (PEB). Incentive yang akan diperoleh Indonesia dengan mekanisme ini antara lain adalah pasar yang akan terbuka luas karena terhindar dari isyu illegal logging. Bagi pasar Eropa, kayu Indonesia dengan sertifikat V-Legal akan melalui “green-lane” sehingga tidak memperoleh kesulitan pengakuan legalitasnya.
Melengkapi peraturan mengenai SVLK, melalui koordinasi dengan Kementerian Perdagangan, Perindustrian, Ditjen Bea & Cukai, KAN, para asosiasi dan beberapa pihak lainnya termasuk perwakilan LSM, saat ini Indonesia sedang dalam tahap akhir pengembangan konsep peraturan yang menggantikan peran, fungsi dan mekanisme Badan Revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK) sebagai lembaga endorsemen ekspor produk perkayuan Indonesia. Hal tersebut dikarenakan SVLK jauh lebih dianggap memiliki kredibilitas di pasar kayu internasional sebagai suatu sistem yang secara independen membuktikan legalitas produk perkayuan Indonesia melalui verifikasi administrasi dan fisik di lapangan. Tentunya pemerintah juga telah berencana memberikan insentif bagi usaha kecil dalam biaya sertifikasi. Dengan hadirnya kebijakan SVLK ini tentunya berharap tidak menjadi ancaman bagi pelaku ekspor kita khususnya di Wonosobo akan tetapi akan menjadi pemicu tingkat kualitas kayu sebagai bahan yang legal sehingga terhindar dari stigma negatif negara Uni Eropa yang menganggap kayu domestik dianggap illegal loging akan tetapi akan meningkatkan daya saing bagi negara lain serta menumbuhkan kepercayaan sasaran negera ekspor sehingga setiap kayu ekspor yang berasal dari Indonesia termasuk Wonosobo akan secara otomatis diterima sehingga akan meningkatkan nilai ekspor.
(Drs. Oman Yanto, MM : Kasi Distribusi dan Perlindungan Konsumen Bidang Perdagangan).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih sudah mengunjungi blog kami
Silahkan tinggalkan pesan Anda