Eropa-AS Ajukan Keberatan Pencantuman Label Bahasa Indonesia
Senin, 2 April 2012 19:30 wib
1
29
Email0
JAKARTA - Kepala Pusat Pengkajian Iklim dan Mutu
Industri BPKIMI Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Harris Munandar
mengatakan, Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) telah mengajukan
keberatan atas aturan teknis terkait kewajiban pencantuman label
berbahasa Indonesia.
"Aturan kita mewajibkan, pencantuman label berbahasa Indonesia untuk produk impor harus dilakukan di luar wilayah Indonesia. Mereka keberatan dan meminta agar pelabelan bisa dilakukan di Indonesia. Jadi, mereka bisa mengekspor dalam bentuk bulky. Baru, dikemas kembali di Indonesia sebelum dipasarkan,” kata Harris di Jakarta, Senin (2/4/2012).
Dua negara tersebut, kata dia, juga menyatakan keberatan atas rancangan SNI untuk produk mainan anak.
"Mereka meminta kita menotifikasi ke WTO sebelum diberlakukan wajib. Sekarang, memang belum karena SNI itu masih dalam proses. Mereka juga meminta agar pengujian untuk pemenuhan SNI itu dilakukan di laboratorium yang berkompeten," katanya.
Sementara, Korea Selatan dan Jepang keberatan dengan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk Produk Baja Lembaran Tipis Lapis Timah Elektrolisa (Bj LTE). Harris menjelaskan, saat ini peraturan itu belum berlaku secara wajib karena masih dalam tahap proses.
Dia menambahkan, peraturan tersebut akan berlaku secara wajib untuk produk antara dan akhir. "Biasanya digunakan untuk kemasan pangan. Korea Selatan dan Jepang keberatan agar tidak diberlakukan wajib untuk produk antara, hanya produk akhir saja. Karena, akan menyebabkan biaya tinggi," ungkapnya.
Di tahap awal penyusunan, kata dia, Indonesia telah mengajukan notifikasi untuk SNI Bj LTE. “Saat mau diberlakukan, nanti tinggal diberitahukan, tidak perlu lagi notifikasi,” pungkasnya. (Sandra Karina/Koran SI/ade)
"Aturan kita mewajibkan, pencantuman label berbahasa Indonesia untuk produk impor harus dilakukan di luar wilayah Indonesia. Mereka keberatan dan meminta agar pelabelan bisa dilakukan di Indonesia. Jadi, mereka bisa mengekspor dalam bentuk bulky. Baru, dikemas kembali di Indonesia sebelum dipasarkan,” kata Harris di Jakarta, Senin (2/4/2012).
Dua negara tersebut, kata dia, juga menyatakan keberatan atas rancangan SNI untuk produk mainan anak.
"Mereka meminta kita menotifikasi ke WTO sebelum diberlakukan wajib. Sekarang, memang belum karena SNI itu masih dalam proses. Mereka juga meminta agar pengujian untuk pemenuhan SNI itu dilakukan di laboratorium yang berkompeten," katanya.
Sementara, Korea Selatan dan Jepang keberatan dengan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk Produk Baja Lembaran Tipis Lapis Timah Elektrolisa (Bj LTE). Harris menjelaskan, saat ini peraturan itu belum berlaku secara wajib karena masih dalam tahap proses.
Dia menambahkan, peraturan tersebut akan berlaku secara wajib untuk produk antara dan akhir. "Biasanya digunakan untuk kemasan pangan. Korea Selatan dan Jepang keberatan agar tidak diberlakukan wajib untuk produk antara, hanya produk akhir saja. Karena, akan menyebabkan biaya tinggi," ungkapnya.
Di tahap awal penyusunan, kata dia, Indonesia telah mengajukan notifikasi untuk SNI Bj LTE. “Saat mau diberlakukan, nanti tinggal diberitahukan, tidak perlu lagi notifikasi,” pungkasnya. (Sandra Karina/Koran SI/ade)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih sudah mengunjungi blog kami
Silahkan tinggalkan pesan Anda