Wonosobo/ Rabu, 26 Oktober 2011
WONOSOBO – Salak asal Kecamatan Sukoharjo, Wonosobo, dirintis menjadi komoditas ekspor oleh Dinas Pertanian.
Program
rintisan itu dilakukan secara bertahap untuk memenuhi kriteria
kebijakan internasional WTO. Hal itu disampaikan I Made Redana selaku
tim Survei Laborat Penyelamatan Hama Penyakit Tanaman Wilayah Temanggung
saat berkunjung di Kecamatan Sukoharjo, kemarin.
Tim
survei mendatangi tiga desa, yakni Plodongan, Kajegsan dan Sukoharjo.
Mereka mengambil contoh salak untuk diteliti. Masing-masing desa diambil
contoh sari 15 petani. Masing-masing desa diambil contoh dari 15
petani. Masing-masing petani menyerahkan 2-3 tandan salak seberat 2,5
klogram.
“Uji laboratorium ini untuk
mengetahui kualitas buah dan hama yang ada unuk dijadikan daftar hama
serta penyusunan program penanganan berkelanjutan,” ujarnya kemarin.
Dia
menjelaskan, salak Sukoharjo sangat potensial untuk dikembangkan
mengingat sumber daya petani sudah cukup memadai dengan menerapkan pola
tanam yang sesuai dengan standard yang diterapkan.
Hanya
saja masih dibutuhkan beberapa perbaikan, sehingga kualitas buah sesuai
dengan keinginan pasar luar negeri. Secara spesifik, pasar luar negeri
menginginkan kualitas salak yang baik, bebas zat kimia dan hama.
“Untuk
mencapai target itu diharapkan petani bisa diajak bekerjasama dengan
baik. Nantinya petani akan diajarkan pola tanam dan sistem pemeliharaan
yang benar sehingga akan memberikan nilai lebih tinggi bagi petani,”
jelasnya.
Selain mengambil contoh salak, tim
juga melakukan wawancara kepada kelompok tani perihal tata laksana
pemeliharaan dan cara penanggulangan hama yang dilakukan hingga proses
pemasaran.
Berdasarkan hasil wawancara itu,
disimpulkan pola pemeliharaan masih bersifat tradisional dan belum
menggunakan sentuhan teknologi. Alur pasar pun masih cukup panjang,
sehingga petani belum mampu menikmati keuntungan yang semestinya.
Sunaryo,
POPT Kecamatan Sukoharjo mengatakan, tanaman salak sebenarnya relatif
tahan terhadap serangan hama. Hingga saat ini, belum ada serangan hama
yang mengganggu proses pembuahan atau mematikan tanaman. Namun hama kutu
putih yang selama ini menyerang harus ditangani agar kualitas buah
benar-benar bebas dari serangan hama. “Buah yang diekspor harus steril,”
ungkapnya.
Dia menjelaskan, proses rintisan
itu memang cukup ketat dan membutuhkan waktu lama. I Made menambahkan,
saat ini, program ekspor salak baru dilaksanakan di Srumbung Magelang
dengan tujuan pasar China, karena wilayah Srumbung telah terlebih dulu
melakukan rintisan tersebut.
(Sumber: Suara Merdeka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih sudah mengunjungi blog kami
Silahkan tinggalkan pesan Anda