Sabtu, 31 Maret 2012

Energi Terbarukan di KR

ENERGI TERBARUKAN DIPRODUKSI DI WONOSOBO ; Wood Pelet, Solusi Atasi Krisis Minyak Bumi
27/02/2012 03:00:01 KEBUTUHAN energi terbarukan (biomass energi) untuk menggantikan minyak bumi semakin mendesak. Krisis energi yang terjadi di seluruh dunia hingga menyebabkan harga minyak mentah melambung tinggi memaksa pemerintah Indonesia menetapkan berbagai aturan baru sebagai langkah penghematan energi.
Di balik permasalahan krisis energi tersebut, ternyata ada solusi cukup menjanjikan. Salah satunya dengan bahan bakar wood pelet atau briket bio arang berbahan dasar serbuk kayu lapis yang diproduksi PT Solar Park Indonesia (SPI) di Kabupaten Wonosobo.
Perusahaan dibiayai pengusaha dari Korea Selatan (Korsel) didirikan tahun 2009 di Kecamatan Sapuran Wonosobo ini telah berhasil mengolah limbah serbuk kayu sisa penggergajian menjadi bahan bakar terbarukan wood pelet yang bisa digunakan untuk energi pembangkit listrik.
"Energi wood pelet sudah banyak dimanfaatkan negara-negara di Eropa untuk bahan baku pembangkit listrik. Bisa dikatakan wood pelet merupakan solusi mengatasi krisis minyak bumi," terang Presiden Direktur PT SPI Park See-Woo saat menerima kunjungan Menteri Kehutanan (Menhut) RI Ir Zulkifli Hasan MSc di Pabrik Solar Park Indonesia di Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo, Jumat (24/2).
Menurut Park See-Woo, wood pelet yang diproduksi di pabriknya berbentuk seperti pelet (makanan ikan) berdiameter antara 6-8 mm dan panjang 10-30 mm. Saat ini bahan bakar ramah lingkungan tersebut hanya dikhususkan untuk kebutuhan pasar ekspor saja, terutama ke Australia dan negara-negara Eropa. Bahan bakar tersebut lebih banyak dimanfaatkan di negara Eropa untuk bahan baku utama pembangkit listrik.
Salah satu alasan wood pelet hanya dipasarkan di luar negeri karena di negara-negara Eropa sudah menerapkan aturan ketat pada dunia industri. Salah satunya setiap industri diwajibkan menggunakan energi terbarukan minimal 20 persen untuk melangsungkan usahanya.
Untuk pasar di Indonesia, menurut Park See-Woo memang belum ada. Mengingat saat ini pembangkit listrik di Indonesia masih mengandalkan sumber energi dari minyak bumi, batu bara serta geotermal sebagai energi utama.
Padahal, wood pelet sebenarnya cocok diterapkan di negeri makmur ini. Selain untuk kalangan industri, bahan bakar ramah lingkungan ini juga sangat cocok untuk kebutuhan energi di rumah tangga, terutama untuk kebutuhan memasak. Karena dengan menggunakan wood pelet, kadar abu yang dihasilkan hanya 1 persen sampai 1,5 persen dan panasnya tahan lama. Dari segi harga juga sangat terjangkau hanya Rp 1.500 perkilogramnya. Namun karena keterbatasan kapasitas produksi, pihaknya belum dapat memasarkannya.
Park See-Woo juga menjelaskan, untuk memenuhi permintaan pasar Australia dan Eropa, sejauh ini pihaknya masih kesulitan. Kapasitas produksi wood pelet pertahun hanya mampu memproduksi di kisaran 100 ribu ton pertahun, sedang kebutuhan pasar mencapai 2 juta ton pertahun.
Untuk memenuhi kebutuhan produksi wood pelet, perusahaan mengandalkan pasokan bahan baku limbah kayu albasia dari perusahaan-perusahaan kayu se-Kabupaten Wonosobo. 
Melihat potensi energi terbarukan tersebut, Menhut Zulkifli Hasan mengaku terkesan. Keberadaan pabrik wood pelet perlu didorong agar kapasitas produksi terus meningkat sehingga dapat dipakai untuk menyuplai kebutuhan energi di pembangkit listrik nasional. Dengan menggunakan wood pelet, maka ketergantungan pada minyak maupun batubara yang cadangannya semakin menipis akan teratasi.
"Di negeri yang kaya akan sumber daya alam, energi ini merupakan terobosan baru. Sebisa mungkin harus didorong agar produksi yang dihasilkan tidak hanya dipasarkan di luar negeri tetapi juga mampu dimanfaatkan untuk kebutuhan di pasar dalam negeri. Terutama menyuplai kebutuhan energi pembangkit listrik nasional," tandasnya.          (Ariswanto)-k

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih sudah mengunjungi blog kami
Silahkan tinggalkan pesan Anda